Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2023

Psoriasis; Mekanisme Bertahan dan Pertengkaran Sepasang Kekasih.

  Beberapa minggu terakhir kulitku kena. Kering, bersisik, gatal, inginnya selalu digaruk dan digaruk sampai lecet sampai mengeluarkan darah kalau perlu. Aduh, ampun rasanya. Serba salah juga sebenarnya. Digaruk saat gatal rasanya enak sekali, seperti kau sudah menahan berak selama seminggu dan akhirnya dikeluarkan di tempat yang semestinya dengan perasaan bungah. Tapi walau begitu, tetap saja itu tak baik. Tak baik menahan berak selama seminggu. Tak baik menggaruk keterlaluan kulit yang sering terasa gatal. Sialnya kalau tak digaruk, rasa gatalnya sering kali malah menjadi-jadi. Seperti orang yang sedang memperolokmu habis-habisan tapi kau tak punya nyali buat membalas apalagi menempelengnya. Dasar celaka! Psoriasis ini. Peradangan kulit ini. Sejak kapan aku punya? Katanya gejala ini mayoritas timbul karena faktor keturunan. Jika ada dari orang tua atau siapa di keluarga yang punya ini penyakit kemungkinan besar penyakit ini menurun. Hanya saja kalau diingat-ingat, tak ada satu

Sarapan

  Gehu baik untuk perut. Tapi tidak untuk kesehatan. Jika dikonsumsi secara masif dan terus menerus tanpa pernah memikirkan efek minyak yang terkandung di dalamnya. Sekali-kali bolehlah gehu dipakai sarapan. Digunakan sebagai pengganjal sebelum makan siang. Tapi sekali lagi tidak untuk kesehatan. Sebab kesehatan hanya bisa didapat dari memakan makanan secara teratur dan tak berlebih. Tensi di lapangan tinggi. Setiap pemain saling mengejar saling menjegal. Tentu saja karena rebutan bola yang mengalir. Bola diperebutkan sebagaimana gehu di waktu sarapan. Tak peduli bagaimana caranya tapi bola tetap harus direbut tapi perut tetap kudu dipenuhi. Kalau tidak, tak akan ada gol di pertandingan. Kalau enggan, tak akan ada kemaslahatan dalam pencernaan. Para pemain terus berlari, tapi sepertinya tak perlu begitu juga. Kata Andrea Pirlo, main bola itu sembilan puluh persen pakai otak dan kaki hanyalah semacam stik PS. Otaklah yang menciptakan operan. Otaklah yang membaca ruang. Otaklah yang

Sedikit Catatan Perjalanan

  Kereta Kereta ini panjang, tahu. Seperti jalan yang tak pernah ada ujung. Memang ada yang buntu tapi itu bukan ujung. Setiap jalan tak pernah berujung. Setiap jalan hanya berakhir, dan akhir tak selalu berarti ujung. Sebagaimana perjalanan dan perjuangan. Berjalan, berjuang. Apalah maknanya kalau tak mengaso untuk sekadar ngopi dan membayangkan apa yang telah dilewati. Semua hanya angin lalu jika sekadar terus berjalan atau berjuang. Setiap orang perlu istirahat. Kau, apalagi kalau memang capek, istirahat saja dahulu. Kumpulkan tenaga dan pikiran. Seperti halnya kereta. Ia senang berjalan jauh, ia senang berjuang keras. Tapi kereta yang tangkas dan penuh energi pun perlu berhenti. Ia perlu rehat untuk mengambil nafas dari setiap tujuan. Ia perlu istirahat dan mengambil tenaga dari kedatangan dan kepergian. Setiap kedatangan mengandung gembira sedangkan setiap kepergian melahirkan harapan. Kegembiraan dalam berharap itulah yang membuat kereta selalu kuat berjalan jauh, selalu taha

Tiris

  Waktunya tiba juga. Kau akan berangkat. Jangkar telah diangkat layar telah dikembangkan. Angin menggebu-gebu sebagaimana layung yang membara. Dadanya diliputi gemuruh ombak dan pekikan burung-burung pencari ikan. Tak ada yang akan membuatnya mundur. Sekalipun ada yang menghalanginya tapi dia tak akan mundur tapi dia tak sudi mundur. Tak akan walau selangkah meski sejengkal. Apa pun nanti hasilnya tetaplah semua itu adalah hasil dari usahanya. Apalah artinya sukses dan gagal. Kalau dipikir itu hanya dikembangkan oleh orang-orang yang takut akan kehidupan. Jika dirasa-rasa hal itu diciptakan sebagai hiburan bagi orang-orang yang tak punya nyali untuk turun melaut menjelajahi samudera. Mereka hanya orang-orang yang tak mau kalah tak mau susah tak mau lelah. Hanya golongan memble. Celana kargo sudah disetrika. Begitupun dengan baju Rage Against The Machine. Tempat biksu perkasa itu membakar diri sebagai bukti tekad yang telah membatu. Tekad yang membawanya menuju ke dalam buku sej

Menerka Jakarta

  Apa yang akan kau bawa dari sana bukan soal, bukan sesuatu, bukan sebuah hal baru. Tak perlu dipikirkan tak perlu dikhawatirkan dan apalagi tak perlu dibayangkan dengan menggebu-gebu. Cukuplah kau melamun saja sebagaimana biasa. Melamunkan hal-hal sederhana saja. Seperti biasa, sebagaimana telah kau lakukan jutaan kali. Dari sana tak perlu berpikir akan mendapat apa. Tentu saja kau tak hendak mengingkari kalau itu tak penting. Kau pun sama saja, tetap saja, manusia yang itu-itu juga. Manusia yang selalu mengharap lebih. Tapi apa yang paling penting buatmu adalah perjalanan itu sendiri. Perjalanan yang akan menyambungkan langkah-langkahmu yang patah-patah. Perjalanan yang akan membawa langkah-langkahmu ke tempat-tempat yang jauh telah tertanam di dalam tubuhmu. Perjalanan yang—kalau kau menapakinya dengan Ikhlas—akan membawamu ke sisi lain kehidupan. Kehidupan, kehidupan. Kehidupan yang sudah ditulis jauh di dasar ruhmu. Kehidupan pendek dengan kisah yang panjang. Kehidupan tanpa

Hamada

  Kadang aku merindukan obrolan dengan si Hamada, kudaku itu. Kuda yang telah bersamaku sejak lahir. Kuda yang menggigit tali ari-ariku, kuda yang menyaksikan hampir seluruh kisah hidupku. Kuda tempat aku membagi segalany a—kecuali tentu saja kekasih. Hamada, Hamada, Hamada. Bagaimana kabarmu? Apa alam liar sebegitu mempesonanya sebagaimana sering kau ceritakan di surat-suratmu itu? Apakah padang rumput memang semenakjubkan sebagaimana sering kau bagi di sosial mediamu? Semoga saja begitu, Hamada. Semoga. Biar enak selalu hatiku. Kata Ceng Abdul, rejeki yang baik itu adalah rejeki yang barokah. Barokah katanya adalah jiyadatul khoir, yang kira-kira artinya tambah-tambah kebaikan. Jadi rejeki yang barokah merupakan rejeki yang selalu bisa menambah kebaikan di dalamnya. Aku harap alam liar dan padang rumput itu adalah rejeki yang barokah buatmu. Karena di alam liar kau dapat berbuat sesukamu semau-maumu sekehendak utekmu. Sedangkan di padang rumput kau pun dapat melakukan segalanya s

Juli Juli Juli

  Bulan ini kau rasai berat sekali. Di dalam jiwamu itu, yang penuh dengan sampah dan belatung, yang disesaki keinginan-keinginan yang mati muda, dan yang dijejali mimpi-mimpi yang sekarat, kau rasai sudah tak ada lagi ruang. Ruang yang tadinya terasa begitu besarnya sekarang berbalik terasa begitu sempitnya. Sudah tak ada yang tersisa. Padahal sedari lama kau sudah berhati-hati, kau sudah menyaring sampai sedemikian rupa hal-hal apa saja yang boleh masuk, barang-barang seperti apa saja yang boleh tinggal di sana. Tapi kau ternyata tetap saja kecolongan. Sebab hidup ternyata suka menggoda dan senang mempermainkan nasib. Kini kau kudu memilih membuang semuanya atau membiarkan jiwamu kepayahan. Membuang semuanya berarti kau harus rela memulai segalanya dari awal, kau harus memulai segalanya dari nol sebagaimana mengisi bensin. Kau harus memulainya lagi. Menyusun rencana lagi, memperkirakan segalanya lagi, menghitung-hitung semuanya lagi. Sialnya kau tahu hal itu tak mudah. Bukan perk

Lagi-Lagi Juli

  Katanya pencernaan otak keduanya. Otak kedua yang menanggung semuanya. Kesepian, rasa sakit, kegagalan, kecemasan. Semua ditanggungnya. Semua diserap olehnya. Saat ia sudah lelah, kelelahan, selanjutnya ia akan mencair. Membuang semuanya ke lubang kakus. Membuang segalanya tanpa ampun. Setiap sepi, setiap rasa takut, setiap kegagalan, dan setiap kecemasan itu. Ia akan mencair dan mencair. Tak peduli waktu, tak memusingkan tempat. Kapan pun siap, ia akan melakukannya. Membersihkan dirinya dari segenap keputusasaan. Katanya pencernaan selalu kuat. Karena itulah dia ditugasi menanggung beban yang sama dengan otak. Karena itulah kadang-kadang ia diberi tanggungan yang teramat besarnya. Untuk menjaga tubuhnya dari kepedihan yang tak tertahankan. Kepedihan yang selalu mengintai bagai lapar. Kesedihan yang mengendap-endap di dalam cabe bubuk, di dalam baso aci, di dalam seblak yang tiada duanya. Kepedihan yang siap meneror, bagai bom waktu di dalam mi instan yang siap diseduh tak peduli c

Juli yang Rimpang

  Kepalamu hampir menjadi tiga. Perjalanan separuh hampir terlewati. Itu pun kalau kau masih punya waktu untuk hidup selama tiga puluh tahun lagi. Toh usia siapa yang tahu—kalau bukan malaikat. Di sepanjang kisah mu yang pendek. Apa yang telah kau alami tentu saja tak pernah kau sangka. Lagian tak bakal ada juga orang yang dapat menyangka hidupnya akan begini, begi tu , atau begini -begitu . Semuanya akan mengagetkanmu. Segalanya akan bikin kau geleng-geleng kepala seraya mengelus dada beristigfar. Astagfirullah! Apa yang telah kau perbuat. Apa yang telah kau lakukan. Apa yang telah kau rencanakan. Apa yang selalu kau inginkan. Semuanya, segalanya, adalah bahan-bahan terbaik untuk kau yang tak becus memasak. Begitu pun bagi mereka yang jago memasak. Tapi tentu saja yang jago memasak pun kudu melewati kegagalan demi kegagalan. Kegagalan bukan aib. Kegagalan seharusnya tak membuat kau malu tapi sebaliknya, membuat kau mengerti. Mengerti kalau hidup memang begitu. Mengerti kalau k