Kematian di Ruang Tamu
Kematianku telah kurencanakan sedari jauh-jauh hari, persisnya sejak dua puluh lima tahun yang lalu setelah kelahiranku. Aku begitu bahagia mengetahui bahwa sebentar lagi, sebentar setelah aku selesai bercerita, kematian telah siap buat menjemputku. Ia tengah menungguku di depan, tapi ia datang kepagian, lupa bahwa ruhku baru dapat ia renggut nanti pada pukul tujuh lebih tiga belas malam. Oleh karena aku merasa tak enak, dan kasihan juga kalau ia kusuruh pulang karena tempatnya lumayan jauh serta akan banyak memakan waktu di perjalanan, lantas sekalian kujamu saja ia. Aku menawarkan padanya buat menunggu di beranda, biar sembari menunggu ia bisa sekaligus menikmati sepoi-sepoi angin sore, dan kalau beruntung, ia bisa menyaksikan indahnya layung menjelang maghrib. Tapi ia mengelak tak mau dengan dalih bahwa, aku malu kalau nanti tetangga melihatku sedang enak-enakan mengaso padahal aku telah begitu terkenal karena tak memiliki belas kasihan. Itu akan merusak reputasiku, tegasnya. Maka