Juli Juli Juli
Bulan ini kau rasai berat sekali.
Di dalam jiwamu itu, yang penuh
dengan sampah dan belatung, yang disesaki keinginan-keinginan yang mati muda,
dan yang dijejali mimpi-mimpi yang sekarat, kau rasai sudah tak ada lagi ruang.
Ruang yang tadinya terasa begitu besarnya sekarang berbalik terasa begitu
sempitnya. Sudah tak ada yang tersisa. Padahal sedari lama kau sudah
berhati-hati, kau sudah menyaring sampai sedemikian rupa hal-hal apa saja yang
boleh masuk, barang-barang seperti apa saja yang boleh tinggal di sana. Tapi
kau ternyata tetap saja kecolongan. Sebab hidup ternyata suka menggoda dan
senang mempermainkan nasib.
Kini kau kudu memilih membuang
semuanya atau membiarkan jiwamu kepayahan. Membuang semuanya berarti kau harus
rela memulai segalanya dari awal, kau harus memulai segalanya dari nol
sebagaimana mengisi bensin. Kau harus memulainya lagi. Menyusun rencana lagi,
memperkirakan segalanya lagi, menghitung-hitung semuanya lagi. Sialnya kau tahu
hal itu tak mudah. Bukan perkara mudah buat menanggalkan segala apa yang sudah
dikerjakan hingga sejauh ini. Butuh banyak tenaga untuk melakukannya terutama
butuh nyali yang besar. Teramat besar. Nyali yang bukan main-main, nyali yang
terbebas dari belenggu ragu. Nyali yang menyala.
Kalau kau ingin mempertahankan
semuanya itu pun bukan perkara enteng. Banyak borok di sana-sini perlu kau
rawat, banyak bobrok di sana-sini perlu kau perbaiki, banyak sakit di sana-sini
perlu kau obati. Kau kudu mengeluarkan modal besar guna mempertahankan apa yang
menurutmu akan berhasil itu. Modal yang paling utama tentu saja keyakinan. Tapi
keyakinan, kini entah di mana adanya. Di pikiranmu tak ada, di hatimu tak
ketemu, di jalan setapak yang akan kau lewati tak terlihat batang hidungnya.
Keyakinan, keyakinan, keyakinan. Di manakah kau? Apa mungkin ia sedang
sembunyi? Sembunyi di mana? Di balik mega-mega? Di antara gerombolan layung?
Atau di balik sejadah? Keyakinan, keyakinan. Datanglah ke mari berkunjunglah ke
sini.
Di dalam jiwamu itu yang dipenuhi
sampah dan belatung. Kau tersaruk-saruk. Setiap langkah kakimu menginjak duri
kalau tidak pecahan beling. Membuat kakimu lecet, tersayat, berdarah. Tapi kau
tetap saja melangkah tapi kakimu enggan berhenti. Kau tetap saja maju dan maju
karena kau pikir hanya itu satu-satunya cara. Untuk membuatnya menjadi
sederhana, yang kau perlukan hanya melangkah. Langkah kecil saja tak apa asal
terus melangkah dan melangkah. Tujuan sudah bukan soal yang penting kau terus
melangkah. Akan di mana segalanya berakhir tak lagi kau pikirkan karena yang
ada di pikiranmu hanyalah perasaan bahwa pada akhirnya kau tak akan pernah
berhenti melangkah. Langkahi saja dulu lantas mati kemudian.
Mati dan kematian. Sejak jiwamu itu
dipenuhi sampah dan belatung kau sudah tak peduli lagi kepadanya. Mati dan kematian
bukan lagi sesuatu yang kau khawatirkan, bukan lagi musuh yang harus
kau kalahkan. Selama ini kau hanya salah menyangka saja, kau hanya salah
langkah saja. Setelah sejauh ini, setelah jiwamu itu dipenuhi sampah dan
belatung, kau akhirnya sadar kalau mati dan kematian hanyalah jalan lain menuju
mimpimu. Mati dan kematian hanyalah langkah lain yang akan menuntunmu ke dalam
ketenangan abadi—tentu saja dengan syarat kau konsisten melaksanakan tanggung
jawab dan kewajiban.
Tanggung jawabmu, apakah itu?
Anjingmu kudu rajin kau beri makan.
Jangan lupa melulu tak boleh asal waktu. Sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangimu tanpa syarat tanpa banyak pikir. Mereka hanya tahu kau itu orang
baik, mereka hanya melihatmu sebagai orang baik. Maka sayangilah mereka
sebagaimana mereka menyayangimu. Tak perlu dipikir mereka itu najis atau apa
dan yang perlu kau pedulikan hanyalah sayangi saja mereka sebagaimana mereka
menyayangimu. Sayangilah mereka sebagaimana mereka selalu menemanimu tak peduli
cuaca tak peduli perut lapar tak peduli sedang ada pengajian. Sayangi mereka,
dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu.
Anjing-anjingmu adalah surga untukmu.
Mereka adalah jalan lain menuju kebahagiaan. Mereka adalah anugerah lain menuju
kehidupan yang tenang. Lihatlah mereka yang sehari-hari selalu berbahagia
untukmu. Tak pernah sekalipun mereka tak menyapamu tak menanyai kabarmu tak menegurmu dengan penuh cinta dan
kasih. Tirulah mereka yang selalu berbahagia atas nasib baiknya yang adalah
bisa bersamamu setiap waktu. Belajarlah dari mereka yang tak maruk yang hanya
menginginkan hidup denganmu saja. Denganmu saja sudah cukup, tak perlu dunia
dan segala isinya untuk berbahagia. Cukup denganmu, itu sudah lebih dari cukup.
Kewajibanmu, apalah itu?
Lagi-lagi kau perlu belajar dan
berguru kepada anjing-anjingmu yang selalu tersenyum walau lapar, yang selalu
semringah walau setiap hari hanya makan nasi dan lauk sisa semalam. Belajarlah
bersyukur dari mereka. Mereka yang selalu bersyukur, bersyukur atas segalanya tak
peduli nasi sudah basi tak peduli lauk sudah busuk tapi mereka selalu
memanjatkan syukur melalui laku tersenyum. Senyum saja sudah cukup. Senyum
cukup menjadi vitamin bagi otak dan pencernaanmu supaya baik kerjanya supaya
lancar jalannya. Dengan begitu walau jalan yang kau tapaki penuh duri dan
pecahan beling tapi langkahmu setidaknya akan mendapat daya yang cukup. Daya
yang cukup untuk membawamu ke sana ke tempat yang selalu kau mimpikan; pohon
besar yang teduh tempat kau bisa membaca dan menulis sampai mampus.
Ya, ya, ya. Pohon besar itu. Tempat
segalanya berawal dan berakhir. Tempat segalanya bermuara dan berlabuh. Tempat
segalanya disemai dan bertumbuh. Pohon besar itu. Pohon besar itu. Pohon besar
itu. Yang dikelilingi pemain kecapi, yang dipenuhi pemain suling. Tempat
segalanya bermula. Tempat segalanya berakhir. Tempat segalanya bermuara. Tempat
segalanya berlabuh. Tempat segalanya disemai. Tempat segalanya bertumbuh. Pohon
besar itu. Jangan dulu mati. Langkahnya barangkali perlahan tapi ia tak pernah
berhenti. Kakinya barangkali dipenuhi duri dan beling tapi toh ia terus
melangkah dan melangkah karena ia yakin, kau adalah tempatnya yang terakhir.
Begitulah segalanya akan berakhir.
Segalanya akan berakhir di kebun cengkih tempat jutaan orang disemayamkan. Kau
akan berbaring di sana di bawah pohon besar itu. Dan sebelum sampai ke
sana, kau hanya kudu melangkah. Melangkah saja.
Komentar
Posting Komentar