Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2023

Segala Puji Hanya

  Asbak di atas meja. Penuh punt u ng dan daun kelapa bekas bugis. Kertas berjejal juga di perutnya. Seakan mau muntah tapi tanggung sebentar lagi . Tisu mengamatinya. Santai saja sedari jauh. Tak bereaksi kecuali hanya mengamati. Tak hanya asbak yang diamatinya. Tapi juga g elas yang mengandung kopi setengah. Termos air yang isinya tandas. Kue bolu dan kaleng bekas susu tujuh kurma. Apa itu gambaran sempurna dari lebaran? Di depan rumah orang-orang banyak hawu menyala. Ada yang sedang memasak air. Ada yang sedang merebus sayur-sayuran. Ada yang sedang memasak berbagai camilan. Asap membubung ke udara. Bercampur panas matahari yang perlahan menyengat. Untung saja banyak pohon ditanam di depan rumah. Lumayanlah efeknya agak bisa dikurangi. Tidak panas tapi teduh masih jauh. Di kursi depan rumah. Orang-orang berkumpul. Sembari menyesap teh atau kopi. Sambil menghisap rokok kalau yang nongkrong bapak-bapak atau seorang pemuda. Nyaris rata. Mereka semua pasti merokok sigaret kretek

Untuk Fitri

  Puji puji dikumandangkan. Suara-suara berhamburan. Cahaya berpendaran. Luhur tak terkejar. Pada keyakinan yang ragu. Ada lorong menuju ruang. Pengampunan. Penyucian. Semua mengantre menunggu giliran. Untuk ditanya; apa sudah anjing-anjingnya diberi makan, apa sudah tanaman-tanamannya disiram, apa sudah kewajiban-kewajibannya ditunaikan. Zakat fitrah bagaimana? Angpau sudah disiapkan? Sudahkah nyali ditimba buat besok membasuh kaki orang tua? Malam merangkak pekat, tentu. Hening menusuk udara, sudah biasa. Apa masih ada dari kita yang lantang menegakkan ego? Atau, sudahkah kita eling dan menuntun kaki-kaki untuk menjemput kebesaran di seberang sana? Kulihat anjing-anjingku sedang gegoleran sambil menikmati tulang sisa opor . Wajahnya ceria. Hatinya bungah. Gerak-geriknya semringah. Ada pendar dari mata mereka. Apa kami juga berhak menjemput kebesaran di seberang sana? Mereka mengerti. Sebenarnya juga mafhum. Segala makhluk punya hak. Kewajiban juga menempel dalam w

Lailatul Kopdar

  Haji Ahmadun masih rajin saja itikaf di masjid. Masih istiqomah. Masih getol. Saat ditanya kenapa, “Jibiril dan ribuan malaikat masih belum datang, Jang!” jawabnya. Di masjid tindak-tanduknya memanglah jempolan. Setiap malam sehabis tarawih selepas menenggak bergelas-gelas teh tawar dan mengunyah berjuz-juz al-qur’an, Haji Ahmadun sigap membereskan membersihkan masjid. Piring-piring bekas jajabur dicuci dibereskan dirapikan ditata rapi di tempat penyimpanan piring. Gelas-gelas bekas berliter-liter teh tawar dicuci dibereskan dirapikan ditata rapi di tempat penyimpanan gelas. Sampah plastik, daun pisang, sedotan, dibererskan dibuang dibakar di tempat sampah. Karpet disapu dari debu. Lantai dipel dari kotoran. Kalau sudah beres Haji Ahmadun pulang ke rumah sebentar. Biasanya jam sembilan. Guna menunaikan kewajiban di ranjang. Jika tidak begitu, semalaman kepalanya akan migrain dan bawaannya selalu rungsing. Sejam berlalu dan ia kembali suci. Mandi besar tuntas. Haji Ahmadun kem