Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2023

Ritual Menyembah Februari

  Tak ada yang tak enak. Sebelum mencobanya tak akan pernah tahu. Tak akan pernah merasakannya. Apakah itu enak atau tidak. Apakah itu menyenangkan atau tidak. Apakah itu mengandung tangis atau bahagia. Hanya perlu berani. Berani maju ke depan. Berani mencoba. Berani mengambil risiko. Berani menghadapi konsekuensi. Terlebih berani terluka. Segala hal selalu begitu. Apa pun itu. Mau tahu bulat atau susu bulat. Mau gitar bengkung atau bodi seksi. Mau air keruh atau bening. Tak ada jaminan sebelum dicoba. Tak akan pernah tahu sebelum dibuktikan. Tak akan pernah terbukti sebelum terluka. Maju saja langkahkan kaki. Berdiri sembari genggamlah nyali. Bisa melakukannya. Berani menerima apa pun rasanya. Rela menerima apa pun hasilnya. Tak perlu pedulikan apa pun. Tak ada motor tanpa nyali. Tak ada mobil tanpa kenekatan. Tak ada pesawat yang diterbangkan seorang pengecut. Hanya yang berani yang akan maju. Hanya yang berani yang akan terus berjalan. Hanya yang berani yang akan terus terbang.

Di Jalan 65

  Perjalanan demi perjalanan. Mimpi demi mimpi. Langkah demi langkah. Sudah sejauh ini dan segalanya menjadi sedekat ini. Banyak lubang di sana. Banyak tikungan berliku. Banyak jalan semakin licin dan curam. Mimpi demi mimpi semakin jauh terlihat di atas sana. Mengapung, berderet, menampakkan dirinya sebagai mega-mega yang subur. Mega-mega yang siap ditanami cita-cita dan harapan. Mega-mega yang siap mengubah doa-doa menjadi kenyataan yang selalu mekar. Tak peduli musim sedang beranjak ke mana tapi kenyataan akan selalu mekar dengan indah, dengan cantik, dengan memukau. Banyak doa memang sering berguguran. Karena dihantam angin kencang. Karena dilanda kekeringan. Terutama karena dikepung keragu-raguan. Namun doa-doa tak berguguran sia-sia. Mereka yang gugur memang mati, tapi setelah itu mereka menjadi pupuk yang menumbuhkan seribu doa-doa. Sepuluh ribu doa-doa. Seratus ribu doa-doa. Hingga bermiliaran doa-doa dan bahkan mungkin triliunan doa-doa. Triliunan doa-doa akan mekar lagi sebag

Tak Ada Hari Tanpa

Apa memang harus begini? Kudu begini? Tak pernah kurasai baik atau tidak. Selalu menggantung dan menggantung. Padahal tak ada tali mengikat tapi rasanya seperti digantung. Melayang-layang semacam orang gantung diri. Pohon banyak yang tinggi tapi tak mencapai langit. Tangga bambu tersandar tapi tak ada yang mampu naik. Apalagi aku yang hanya duduk. Tak ke mana-mana. Hanya duduk sambil memancing di kolam kering. Entah ada ikannya atau tidak aku tak terlalu peduli. Aku hanya akan terus duduk di sana, memancing, menunggu malaikat membawakan sekarung uang atau segudang cokelat. Katanya cokelat baik untuk meningkatkan perasaan jelek. Maka aku berharap saja supaya malaikat datang membawa segudang cokelat. Mau cokelat dari Belgia, atau dari Swiss, atau dari Israel sekalipun bukan soal. Aku hanya ingin terbebas dari perasaan memuakkan ini. Mudah-mudahan segudang cokelat memang bisa membantuku. Tak ada hari tanpa duduk memancing. Setiap hari selalu terdiri dari duduk, memancing, menunggu. Menu

Hujan Ingin

Gambar
  Astagfirullah. Akhir-akhir ini aku kenapa. Apa-apa malas. Ngajar malas. Keluar kamar malas. Ke mana-mana tak ada selera. Tenaga serasa disedot lintah. Tubuh lemas, pikiran rungsing terus, hanya tidur yang bisa jadi obat. Apa ini karena sekarang musim hujan? Hmmm… saat orang-orang asyik berkembang biak dengan bini atau kekasih atau selingkuhannya, aku hanya terjebak di kamar bersama sekumpulan bujang-bujang lapuk. Bujang-bujang tipikal madesu yang entah maju tak kena mundur tak kena. Musim hujan memang menyenangkan buat berkembang biak. Hujan mengantarkan dingin dan dingin mengantarkan ingin. Ingin untuk kelon, ingin untuk bercumbu, ingin untuk kawin dengan pasangan. Ah, apa benar rasa kawin bersama orang terkasih memang senikmat sebagaimana sering difirmankan para pendosa? Bukannya tak ingin. Kalau bisa sudah sejak dari lulus SMA aku menikah dan mengawini perempuan yang kucintai. Karena aku memang merasa, keinginan untuk bersetubuh sudah jauh tertanam dalam diriku sedari jauh-ja