Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2020

Carita Lain Caritakeuneun

Panduan Lengkap Membendunglautanapikan Korona , Kirana. Langkah P ertama: mulai dari karantina wilayah, tuang api ke atas lilin, dan usahakan untuk meng ganti sistem. Tadi pagi aku dan beberapa teman, diajak untuk kerja bakti bergotong royong dalam rangka menebar benih disinfektan di Kelurahan. Kirana, aku kira hanya beberapa RT atawa RW saja . Bajingan! Aku ternyata harus menebarnya ke dua belas RW yang masing-masing berisi minimal tiga RT. Sebagai pemuda masa depan masa belakang masa kiri masa kanan masa atas masa bawah masa lalu masa kini masa bodoh, aku tentu tak mampu untuk menolak ajakan tersebut. Terlebih Pak Ketua Haji yang mengajakku, bukan orang sembarangan dalam tatanan dunia pemerintahan serta masyarakat sekitar. Mau tak mau, ingin tak ingin, meski takut korona, aku harus berangkat, demi dirimu juga ini, Kirana. Mujur nya ketika aku sampai di sana, di rumah berlantai tiga Pak Ketua Haji, sarapan sudah tersedia, kopi sudah ter seduh, dan bungkusan rokok kantu

Kalimat Subuh

Melupakanmu tidak semudah itu , apalagi mengingatmu, tidak sesudah itu. Setidaknya untuk melupakanmu yang kubutuhkan adalah nanti, sementara untuk mengingatmu hanyalah sekarang. Tak ada yang mudah. Tak ada yang sudah. Sehabis mudah rasalah gundah. Sehabis sudah tenggelamlah sedih. Dan sehabis sedih terbitlah subuh. Subuh-subuh mengingatmu bukanlah hal bijak yang dapat memberiku imajinasi untuk misalnya mengarang sebuah puisi cinta, t entu untukmu. Subuh adalah siksaan bagiku. Karena pada matanya aku tak dapat mengelak bahwa aku seringkali menemukanmu. Telak. Aku tak bisa melancarkan serangan balik atawa membalikan serangan. Subuh mesti selalu digdaya. Dingin merasuk tulang, tulang terasa rapuh serapuh harapan untuk bisa bersamamu. Tak ada tempat untuk berlindung dari subuh. Aku pun tak boleh mengeluh. Hanya bisa melenguh akibat mimpi basahku denganmu di atas pasir putih pantai Pok Tunggal yang sehabis kita bercinta kemudian aku menyaksikan debur ombak timbul tenggelam di mat

Karena Korona Kirana

Aku bingung. Bingung sekali. Sangat bingung. Sungguh bingung. Harus ke mana mencari masker. Minggu lalu kujelajahi sungai Eufrat, tak kutemukan masker. Masker. Masker. Masker. Enam hari yang lalu kususuri sungai Amazon, tak kutemukan masker. Masker. Masker. Masker. Lima hari yang lalu kulayari sungai Citarum, toko masker tutup. Masker. Masker. Masker. Empat hari yang lalu kuselami sungai Musi, masker habis. Masker. Masker. Masker. Tiga hari yang lalu kusisir sungai Halimunda, pabrik masker kebakaran. Masker. Masker. Masker. Dua hari yang lalu kukunjungi sungai di pedalaman Kalimantan, pabrik masker sudah pindah. Masker. Masker. Masker. Sehari yang lalu kudatangi Terusan Suez, barangkali masih ada kapal-kapal yang mengangkut masker, ternyata masker hanyut. Masker. Masker. Masker. Terakhir hari ini kukunjungi Leuwi Sipatahunan; juga tak ada masker, yang ada hanya suara kecapi-suling sedang memainkan tembang sunda buhun. Itu baru tujuh hari yang lalu. Empat belas hari yang lalu sela

Kami Rindu; Jani

Pagi, sekitar jam enam Ulfah mengirim pesan singkat pada kekasihnya yang berisi pemberitahuan kalau dirinya memang positif hamil. Hari itu, genap sudah lima belas hari dirinya telat dari jadwal menstruasinya.             Awalnya Ulfah, tak terlalu merisaukan kemungkinan kalau dirinya hamil. Ini disebabkan kenyataan bahwa memang jadwal menstruasinya tak pernah pasti, dan selalu berubah-ubah setiap bulannya. Kadang biasanya jadwal menstruasinya hanya mundur beberapa hari saja. Tapi pernah juga jadwal menstruasinya mundur sampai sepuluh hari, dan bahkan sampai hampir dua minggu. Itu adalah hal biasa baginya. Ia pun juga tak pernah menaruh curiga atau merasa aneh saat dirinya selama dua minggu belakangan ini selalu mual-mual merasa ingin memuntahkan sesuatu. Ulfah tenang-tenang saja, hanya berpikir mungkin dirinya sedang masuk angin karena kurang makan dan istirahat. Dan lagi-lagi, itu juga hal biasa baginya.             Namun kemarin Ulfah agak sedikit khawatir. Setelah genap em

Menuju Satwika Medialoka

Seorang pemuda lama-lama bosan menikmati segala kemewahan yang didapatnya di Buana Nyungcung. Kemudian sekitaran tiga minggu yang lalu ia memutuskan untuk turun ke Buana Panca Tengah mengendarai hewan Lodaya berwarna hitam dengan maksud untuk ikut berpartisipasi dalam gerak percepatan menuju Jabar Juara Lahir-Batin. Hal itu ia ungkap pada saat diwawancarai oleh wartawan dari majalah Mangle asuhan Oeton Muchtar, Ny. Rochamina Sudarmika, Saleh Danasasmita, Wahyu Wibisana, Sukanda Kartasasmita, Ali Basyah, dan Abdullah Romli. Selain Mangle, ada pula majalah Handjuang besutan Saleh Danasasmita yang juga ikut serta mewawancarai pemuda tersebut. Bahwa sebagai pemuda kita tidak bisa hanya berdiam diri melihat kemajuan sedang melesat cepat ke arah pesawahan tanpa pernah sedikit pun mengajak para petani untuk menikmatinya. Kemudian dari pada itu, kendaraan besar seperti partai politik pun juga tak pernah mengajak Mang Ohle untuk sekadar ngopi santai mengobrol mengenai mengapa konflik berl

Re-inkar-nasi

Kau adalah paduan keindahan surga yang kuimpikan, dan kepahitan dunia yang kurasakan. Awal pasti kecewa pada Utuy Tatang Sontani, sebab Utuy tak membuatkannya semacam doa untuk membawa Mira kembali dan malah membikinkannya ungkapan puitis tapi tak berguna itu, yang ujung-ujungnya malah menjadi mantra sakti bagi para lelaki pesakitan yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Asu, kau Utuy! Lebih bajingannya lagi, Utuy dengan sengaja malah membuat Mira–perempuan yang sangat dicintainya itu–berkaki buntung, dan karena itulah cintanya menjadi bertepuk sebelah tangan. Awal menceritakan padaku bahwa awalnya dirinya senang diberi kalimat dialog seperti itu, betapa romantis, pikirnya. Namun setelah mendengar cerita dari seorang teman bahwa temannya bisa kembali bertemu dengan kekasih lamanya yang sudah mati lebih dari sembilan tahun lalu, bahkan setelah itu temannya lalu menikah, dan berbahagia selamanya. Ia menceritakan pada Awal, bahwa semenjak temannya melewati segala macam penderitaan a

Sigur Rós; Seikat Album Pengantar Tidur

Seketika, terlempar dari langit sekumpulan kalimat tanpa huruf dan menjelma serupa benih yang begitu dibutuhkan bagi lestarinya proses metabolisme serta detoksifikasi tubuh malam hari. Sebongkah kamus tebal berjilid-jilid tak mampu untuk menangkap apalagi memberi makna pada alunan teriakan yang mengalun merdu pada kawasan hutan lindung di bagian utara kepala. Aku hanya bisa merasakan semacam perasaan pemberontakan terhadap kesunyian yang terjalin berkelindan mesra dengan deru mesin pompa air keparat itu. Satu hal yang pasti niscaya, adalah bahwa aku akan pergi ke Islandia, bukan untuk beribadah umroh tapi, untuk ikut berpartisipasi dalam ritual karnaval kegembiraan bangsa Nordik. Intensitas insomnia dalam diri secara perlahan tapi pasti meluruh akibat bom waktu yang ditanam J ón Pór ‘Jónsi’ Birgisson , pemimpin ritual itu. Enam jam lebih ia berkhotbah di depan kami semua, dan anehnya kami tak merasa bosan. Buktinya dari lima juta peserta yang datang, peserta hanya berkurang seban