Menuju Satwika Medialoka


Seorang pemuda lama-lama bosan menikmati segala kemewahan yang didapatnya di Buana Nyungcung. Kemudian sekitaran tiga minggu yang lalu ia memutuskan untuk turun ke Buana Panca Tengah mengendarai hewan Lodaya berwarna hitam dengan maksud untuk ikut berpartisipasi dalam gerak percepatan menuju Jabar Juara Lahir-Batin. Hal itu ia ungkap pada saat diwawancarai oleh wartawan dari majalah Mangle asuhan Oeton Muchtar, Ny. Rochamina Sudarmika, Saleh Danasasmita, Wahyu Wibisana, Sukanda Kartasasmita, Ali Basyah, dan Abdullah Romli. Selain Mangle, ada pula majalah Handjuang besutan Saleh Danasasmita yang juga ikut serta mewawancarai pemuda tersebut.

Bahwa sebagai pemuda kita tidak bisa hanya berdiam diri melihat kemajuan sedang melesat cepat ke arah pesawahan tanpa pernah sedikit pun mengajak para petani untuk menikmatinya. Kemudian dari pada itu, kendaraan besar seperti partai politik pun juga tak pernah mengajak Mang Ohle untuk sekadar ngopi santai mengobrol mengenai mengapa konflik berlatar agama di India semakin meruncing saja. Bhratiya Janata sebagai partai pengusung Perdana Menteri Narendra Modi jelas mengambil peran penting dalam hal menanam dan memanen benih kebencian melalui Citizenship Amandment Act yang kemudian berujung hingga sedemikian rupa seperti yang selalu diwartakan, cecar pemuda tersebut.

Setelah bermukim sebulan di Buana Panca Tengah, tepatnya di Jl. Manisi No. 65 Cibiru di Vila Mei Ling, pemuda tersebut kemudian terbang mengendarai awan Mega Mendung yang disewanya dari Keraton Kasepuhan Cirebon menuju Gedung Societiet Concordia di tepi Grote Postweg guna menemui C.P. Wolff Scoemaker sang arsitek terkemuka sekaligus dosen kesayangan Bung Karno pada saat di Technische Hoogeschool untuk bertanya perihal di mana letak persisnya makam Mang Marhaen. Obrolan Scoemaker dan pemuda tersebut tak berlangsung lama, mengingat cuaca sedang buruk dan ditambah mahalnya biaya penyewaan awan Mega Mendung yang ia parkir di halaman depan.

Ia kemudian pergi berziarah ke makam Mang Marhaen di Kampung Cipagalo RT 02 RW 03, Kelurahan Menger, Kecamatan Bandung Kidul. Selesai berziarah, ia kemudian melanjutkan perjalananya ke Jakarta untuk menemui kakek moyangnya yang adalah Ketua Umum Partai Chung Hua Hui yang bernuansa Komunis. Tercatat di buku agendanya, ia bermaksud membicarakan mengenai romantisme poros politik Jakarta-Peking dan perihal kontestasi politik di tahun 2024. Pembicaraan dengan kakek moyangnya itu kemudian memberinya sedikit pencerahan mengenai arah pergerakan Chung Hua Hui. Ia dapat menyimpulkan bahwa partai kakek moyangnya itu akan berkoalisi dengan PNI, PKI, Masyumi dan PDIP, serta mengusung Rekti Yoewono sebagai Capres dan posisi Wapres oleh Doel Sumbang.

Perjalanannya pun hari itu ia akhiri dengan makan malam di rumah makan Elbas di perbatasan Garut-Nagreg. Kebetulan ternyata, di lokasi ia bertemu dengan teman lama yang sama-sama pernah aktif di Lekra. Walhasil setelah makan, mereka berdua lalu memulai sebuah pembicaraan serius mengenai kemungkinan untuk merekam ulang tembang-tembang Cianjuran klasik yang dinyanyikan oleh Oepit Sarimanah sang sinden legendaris itu. Mereka berdua sepakat, bahwa dewasa ini susah untuk menemukan tembang-tembang berkualitas dengan audio berkualitas di Youtube atau Spotify. Berdasar pada kegelisahan tersebut, pemuda dan temannya itu lalu memutuskan akan mengikuti program magang Jabar Innovation Fellowship agar bisa mengeksekusi rencana tersebut dengan lancar.

Rahayu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...