Air Seni
Apa yang jadi masalah kemudian tak pernah benar-benar terselesaikan. Sebenarnya, apa yang jadi permasalahan juga belum ketemu apa. Memangnya apa masalahnya? Apa persoalannya? Mengapa kesenian bisa serumit ini? Mengapa karya tak pernah benar-benar bisa bebas dari motif-motif si pengkarya?
Waduh…
Sudah cuaca dingin, kering, kudu
lanjut melamunkan hal semacam ini. Hal yang barangkali tak perlu-perlu benar
dipikirkan walau penting. Apa hal penting memungkinkan untuk tidak benar-benar
dipikirkan? Sepertinya seru juga kalau dicoba. Memutuskan segala hal penting
tanpa banyak pertimbangan. Soalnya, timbangan kadang ngaco, apalagi jika
gratisan. Kalau memang mau benar-benar menimbang, dengan kadar dan takaran yang
tepat, sepertinya kudu meminjam timbangan ke malaikat di akhirat sana. Kupikir
hanya itu satu-satunya cara, satu-satunya jalan yang bisa ditempuh.
Masalah, masalah. Lari ke mana pun
kau akan dikejarnya. Makanya daripada lari sudah bagus berdiri saja meski babak
belur. Hadapi saja walau pada kenyataannya kau tak bisa melawan, kau tak mampu
membalas serangan. Bertahan saja walau hal itu bisa membuat kau babak belur
selama tiga atau empat bulan. Setidaknya dengan begitu, kau telah membuktikan
diri bukan pengecut. Dengan begitu kau bisa mengaku diri sebagai manusia yang
memenuhi fitrahnya. Yakni manusia yang tak lari dari setiap permasalahan.
Masalah, masalah; dari mana asal, ke
mana bakal?
Tubuh kudu tetap terhidrasi meski
cuaca memberi kemungkinan besar untuk membuat ginjal bekerja ekstra dan kantung
kemih cepat penuh. Pasalnya, kalau enggan minum air putih akibatnya malah makin
celaka. Sudah mending bolak-balik ke kamar mandi daripada harus bolak-balik ke
rumah sakit. Nah! Sepertinya masalah juga begitu, modelnya. Kira-kira.
Meskipun tak pernah benar-benar tahu
akan seperti apa jadinya, tapi toh lari bukan pilihan. Lari hanya akan
menghambat fungsi dan memperburuk kinerja ginjal. Kabur hanya akan memberi kau
dua pilihan: dirawat di rumah sakit karena kena batu ginjal atau, bolak-balik rumah
sakit sebulan sekali guna cuci darah. Tinggal dipilih saja mau kena yang
mana—itu kalau lari dan kabur diambil sebagai pilihan.
Kemudian kau punya tubuh yang tak
becus melawan permasalahan tapi tetap tinggal walau babak belur, seperti air
putih yang sepele yang padahal nilai dan harganya sangat besar dan mahal. Tak
bisa dikatakan percuma kalau kau tak bisa melawan. Itu sudah bagus, sudah baik.
Bertahan saja di sana. Berdiri tetap. Tak perlu berpikir itu heroik atau tidak,
tak usah. Paling penting kau bertahan dan berdiri dan tetap bertahan dan tetap
berdiri. Tentu kau akan babak belur, sekali lagi. Tapi lagi-lagi, setidaknya
hal itu punya nilai dan harga yang oke di pasaran. Itu akan membentuk
mentalitasmu. Itu akan menjadikanmu petarung, di kemudian hari. Petarung yang
tak pantang atas apa pun. Petarung yang tak mundur dari apa pun. Petarung yang,
sekali layar terkembang pantang mundur surut ke belakang.
Hadeh, beser ini menyerang lagi.
Gelombang perlahan bangkit, air menerobos kepala falus, currr…
Wah! Apakah ini yang disebut air
kehidupan? Apa ini yang dimaksud air seni?
Komentar
Posting Komentar