Tak Ada Hari Tanpa
Apa memang harus begini? Kudu begini?
Tak pernah kurasai baik atau tidak. Selalu menggantung dan menggantung. Padahal
tak ada tali mengikat tapi rasanya seperti digantung. Melayang-layang semacam
orang gantung diri. Pohon banyak yang tinggi tapi tak mencapai langit. Tangga
bambu tersandar tapi tak ada yang mampu naik. Apalagi aku yang hanya duduk. Tak
ke mana-mana. Hanya duduk sambil memancing di kolam kering. Entah ada ikannya
atau tidak aku tak terlalu peduli. Aku hanya akan terus duduk di sana, memancing,
menunggu malaikat membawakan sekarung uang atau segudang cokelat. Katanya
cokelat baik untuk meningkatkan perasaan jelek. Maka aku berharap saja supaya
malaikat datang membawa segudang cokelat. Mau cokelat dari Belgia, atau dari
Swiss, atau dari Israel sekalipun bukan soal. Aku hanya ingin terbebas dari
perasaan memuakkan ini. Mudah-mudahan segudang cokelat memang bisa membantuku.
Tak ada hari tanpa duduk memancing.
Setiap hari selalu terdiri dari duduk, memancing, menunggu. Menunggu segalanya
berubah sembari duduk. Menanti segalanya beranjak sembari memancing. Alangkah
akan menyenangkannya hidup kalau terus bergerak. Kata Cak Nun hidup yang baik
adalah seperti ikan yang melawan arus. Aku bukan tak ingin beranjak dari
tempatku. Aku hanya ingin menikmati sedikit waktuku lebih lama dengan duduk
memancing di bawah pohon besar ini. Memancing kolam kering yang entah terdapat
ikan yang melawan arus atau tidak. Kalau arus hanya sebatas arus aku ayo saja.
Soalnya, arus yang ada di hadapanku sekarang bukan sembarang arus. Kalau tak
cermat melawannya hanya akan seperti menyerahkan nyawa. Kalau tak sabar
menantinya surut hanya akan seperti ikan yang hidup di darat. Sekarat.
Sungguh aku ingin lepas dari
rutinitas ini. Aku ingin beranjak ke sana. Mendaki gelombang menuju langit. Bercengkrama
dengan para malaikat yang sedang menggembala mega-mega. Aku sejujurnya ingin
pula mencoba rokok yang biasa dihisap para malaikat. Sama atau tidak,
ya? Maksudku, apa rokoknya sama-sama dari tembakau dan campuran cengkih? Atau
rokoknya terbuat dari cahaya dengan campuran senja? Ah tapi yang pasti,
sepertinya akan sama-sama mengeluarkan asap dan tentunya sama dihisap.
Sial tak kepalang. Kepala tak bisa
tidur bikin hati tak karuan. Menyebalkan ketika perasaan semacam ini datang tak
kenal waktu. Keparat. Benar-benar sial dan keparat. Tak ada lagi yang dapat
kulakukan selain dari lagi-lagi duduk, di bawah pohon besar, memancing di kolam
kering. Badanku rasanya memang sudah tak enak. Tapi tetap aku tak bisa barang
bergoler membaringkan badan. Aku ingin tapi tak mampu. Hanya duduk dan duduk.
Memancing di kolam kering yang entah dihuni ikan atau tidak sambil menatap
bayangannya jauh di sana. Di kehidupan selanjutnya. Di alam yang sepenuhnya
berbeda.
Komentar
Posting Komentar