Ritual Menyembah Februari
Tak ada yang tak enak. Sebelum
mencobanya tak akan pernah tahu. Tak akan pernah merasakannya. Apakah itu enak
atau tidak. Apakah itu menyenangkan atau tidak. Apakah itu mengandung tangis
atau bahagia. Hanya perlu berani. Berani maju ke depan. Berani mencoba. Berani
mengambil risiko. Berani menghadapi konsekuensi. Terlebih berani terluka.
Segala hal selalu begitu. Apa pun
itu. Mau tahu bulat atau susu bulat. Mau gitar bengkung atau bodi seksi. Mau
air keruh atau bening. Tak ada jaminan sebelum dicoba. Tak akan pernah tahu
sebelum dibuktikan. Tak akan pernah terbukti sebelum terluka. Maju saja
langkahkan kaki. Berdiri sembari genggamlah nyali. Bisa melakukannya. Berani
menerima apa pun rasanya. Rela menerima apa pun hasilnya.
Tak perlu pedulikan apa pun. Tak ada
motor tanpa nyali. Tak ada mobil tanpa kenekatan. Tak ada pesawat yang
diterbangkan seorang pengecut. Hanya yang berani yang akan maju. Hanya yang
berani yang akan terus berjalan. Hanya yang berani yang akan terus terbang. Tinggi
menuju langit. Tak tercapai menuju angkasa. Melampaui segala mimpi dan
cita-cita. Tak perlu pedulikan apa pun. Hidup terlalu brengsek untuk selalu
peduli. Tak perlu peduli pada apa pun. Apa pun! Melangkah saja sendiri.
Genggamlah nyali di tangan erat. Terus melangkah maju tanpa menoleh ke
belakang. Tanpa menengok ke kiri-ke kanan. Tanpa mendongak atau menunduk.
Melangkah saja dan terus melangkah. Jangan rela tunduk pada jarak. Tak usah
berkorban demi apa pun. Tak berguna jadi pahlawan bagi siapa pun. Jangan
pedulikan mereka yang ada di jalan yang mengatai, yang mencela, yang mencaci.
Abaikan saja dan terus melangkah.
Akan sulit kalau ragu-ragu. Hanya
tanam keberanian meski sulit, meski pailit. Tanah subur atau tandus tak usah
dipedulikan. Terus saja menyemai benih. Terus saja menanam. Terus saja
menyiram. Terus saja merawat. Cuaca akan jadi kawan kalau ulet. Angin akan jadi
pelipur kalau tak kabur. Layung akan jadi kawan mengobrol yang asyik. Tanpa
peduli subur atau tandus, teruskan menanam. Tanam saja apa pun. Tanam saja
segala apa yang berguna, yang manfaat, yang akan menghidupi. Mau biji jambu
atau biji pelir. Mau buah naga atau buah dada. Mau sayuran atau lamunan. Mau
pepohonan atau luka-luka. Tanam saja
tanpa peduli. Tanam saja tak usah ragu. Kerjakan saja tak usah mengeluh.
Melangkah saja tak usah pikirkan cuaca. Lagi pula kelak akan terbiasa. Untuk
bisa akrab dan bercengkrama dengannya.
Apa yang telah ditanam yakini saja.
Kelak yang telah ditanam akan menjagamu. Nanti yang disemai akan tumbuh
melindungi. Akhirnya yang telah ditanam akan menghidupi. Segala yang telah
ditanam akan memberi manfaat. Segalanya. Semuanya. Seluruhnya. Tanpa peduli itu
biji jambu atau biji pelir. Tak peduli
itu buah naga atau buah dada. Tak peduli itu sayuran atau lamunan. Tak peduli
itu pepohonan atau luka-luka. Segalanya akan tumbuh menjaga. Semuanya akan
besar melindungi. Semuanya akan berbuah menghidupi. Memberi manfaat, memberi
syafaat, membawa makrifat. Tak usah dipikir apa manfaatnya. Yakini saja
semuanya ada manfaatnya. Akan ada manfaatnya! Tak ada yang tak berguna. Tak ada
yang sia-sia. Lagian waktu akan selalu membimbing.
Dalam dada pasti ada rasa tak terima.
Rasa iri sekaligus kagum. Pada yang telah melangkah lebih dulu. Pada yang telah
berjalan lebih dulu. Pada yang telah maju lebih dulu. Pada yang telah terbang
melampaui mimpi dan cita-cita. Wajar saja, tak apa. Tak usah iri tapi teruslah
kagum. Teladani langkahnya. Ikutilah jejaknya. Belajarlah dari keduanya.
Niscaya akan selalu untung walau ada kalanya paceklik. Itu namanya siklus. Tak bisa dihindari apalagi
dipungkiri. Sabar, belajar, selalu diajar supaya bisa mengejar. Kejarlah selalu
tanpa peduli apa pun. Kejarlah sekalipun tanpa siapa pun. Kejarlah terus kejar.
Rawatlah segala mimpi dan ingatan. Lindungilah niatmu dari hama. Kalau gelap
berlindunglah kepada bulan. Kalau kepanasan berteduhlah kepada matahari. Hanya
satu yang pasti. Segalanya tergantung pada keterampilan tanganmu. Tapi otak dan hati jangan
dilupa.
Komentar
Posting Komentar