Jibril dan Aku


 

“Jibril, apa itu komitmen?”

Ketika kau begitu menyukai pedas dan kau selalu makan cabe secara istiqomah setiap hari setiap waktu setiap detik di sepanjang usiamu yang pendek di dunia ini dan kau mengetahui hal itu akan membuat ususmu dipotong suatu saat nanti dan tapi kau masih terus selalu makan cabe secara istiqomah setiap hari setiap waktu setiap detik di sepanjang usiamu yang pendek di dunia ini dan ketika saat itu tiba kau tidak akan pernah menyesal karena telah menderita usus buntu dan ususmu harus dipotong dan kau kemudian harus menerima mengurangi rasa pedas dalam tubuhmu dengan tidak lagi atau tidak terlalu banyak mengonsumsi cabe di sependek usiamu yang ringkih.

“Jibril, apa itu ikhlas?”

Ketika kau menanam benih cabe di sebuah tempat di tanah kering di lahan tandus di sepanjang tahun yang pendek di dunia ini dan Allah tidak menurunkan hujan padamu dan tidak juga menurunkan hujan padamu dan tidak menurunkan hujan padamu dan tidak juga menurunkan hujan padamu padahal kau telah merapal doa-doa sebanyak sesering semampu yang kau bisa dan Allah masih juga tidak menurunkan hujan padamu dan tidak juga menurunkan hujan padamu dan benih cabe yang kau tanam perlahan-lahan kehabisan nafas perlahan-lahan kehabisan harapan perlahan-lahan sekarat dan Allah masih juga tidak menurunkan hujan padamu dan tidak juga menurunkan hujan padamu dan benih cabe yang kau tanam kemudian mati dan lantas terlahir kembali sebagai benih bawang merah dan lantas tumbuh menjadi pohon karet di sebuah tempat di tanah lembap di lahan subur di sepanjang pesisir pantai selatan.

“Jibril, apa itu cinta?”

Ketika kau berlayar mengarungi lautan menuju entah ke sebuah tempat ke sebuah pulau ke sebuah dunia dan saat tali layarmu putus kau menyambungnya dengan semringah dan saat layarmu sobek kau menjahitnya dengan suka cita dan saat kapalmu bocor akibat tersandung karang di lautan dangkal kau menambalnya dengan sabar dan kau kembali berlayar mengarungi lautan menuju entah ke sebuah tempat ke sebuah pulau ke sebuah dunia yang dipenuhi monster laut dipenuhi bajak laut dipenuhi tipu daya dan kau terus berlayar tanpa peduli itu semua tanpa peduli itu panas itu hujan itu dingin dan kau terus berlayar mengarungi lautan menuju entah ke sebuah tempat ke sebuah pulau ke sebuah dunia yang dipenuhi mimpi-mimpi serta harapan dan kau tidak berhenti di situ dan terus berlayar hingga kau bisa berlabuh di lapisan langit kesatu di lapisan langit kedua di lapisan langit ketiga di lapisan langit keempat di lapisan langit kelima di lapisan langit keenam di lapisan langit ketujuh dan kau kemudian mendapati dirimu tengah duduk santai di atas mega-mega yang empuk diiringi secangkir kopi ditemani sebatang rokok sembari asyik berbincang dengan nabi-nabi dan para malaikat.

“Jibril, apa itu dia?”

“Dia adalah–“

“Serius Jib–!”

“Ha-ha-ha.”

“Jibril, apa itu dia?”

Ketika kau selama puluhan tahun selama ratusan tahun selama ribuan tahun selama jutaan tahun selama miliaran tahun selama triliunan tahun bertapa tanpa makan kecuali dedaunan yang terdampar di mulutmu tanpa minum kecuali air yang tersesat di bibirmu tanpa tahu dan hanya tahu bahwa batas pada sebuah jarak hanyalah dinding tebal bikinan pikiranmu, itulah dia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...