Di Teduh Matamu


 

Ombak ini melemparkanku ke dalam teduh matamu. Di sana aku terdampar tapi tak kelaparan, bagaimanapun. Di sana angin halus mengusir lelahku, memantraiku untuk selalu berbaring, terbaring, nyenyak di dekapanmu. Kau tak membiarkanku kehausan, selain tentu tak membiarkanku kelaparan. Setiap pagi datang kau menghidangkan rindumu untuk sarapan. Setiap siang menjelang kau menyajikan welas asihmu sebagai kudapan. Setiap sore datang kau memberikan air matamu supaya aku terus dalam keadaan segar. Aku selalu senang saat menyantap rindumu. Walau setiap pagi aku menyantapnya, tapi entah bagaimana caranya aku tak pernah merasa bosan. Aku selalu menyukai rindumu. Teksturnya yang basah tapi kenyal. Wanginya yang tajam tapi ramah di hidung tak bikin bersin. Dan rasanya yang benar-benar lezat sehingga begitu sulit buat kuceritakan. Begitu pun dengan welas asihmu itu. Rasanya aku pun tak akan pernah merasa bosan. Bagaimana bisa aku merasa bosan saat welas asihmu terasa begitu nikmat buat menemani mengaso sembari memandang ratusan perahu nelayan yang sedang menjaring ikan? Aku tak mungkin bisa mendustakan nikmat yang telah kau berikan. Dan untuk air mata yang kau berikan padaku pada setiap sore, walau terasa pahit, tapi bukankah obat memang tak pernah terasa manis? Aku selalu senang menenggaknya. Dadaku memang kerap sakit menyaksikan kau harus mengeluarkan air mata pada setiap sore demi diriku. Tapi kau selalu meyakinkanku bahwa itu baik untuk kesehatanku, dan itulah satu-satunya jalan yang bisa membawaku ke dalam kesembuhan dari luka masa lalu. Kalau saja kau tak keras kepala dan mau mendengarkanku, sejujurnya aku tak rela melihatmu meneteskan air mata demi menyembuhkan luka-lukaku. Lebih baik aku menanggung luka itu selamanya daripada harus menyaksikanmu meneteskan air mata demi diriku. Namun begitulah dirimu, seperti yang telah kubilang, keras kepala dan tak mau mendengarkanku. Bagaimanapun aku selalu bersyukur bisa terdampar di teduh matamu. Bagaimanapun aku tak mungkin mendustakan segala kebaikan yang telah kau perbuat. Bagaimanapun, aku akan selalu menjanjikan ini padamu: aku mencintaimu, dan mencintaimu, dan mencintaimu. Lekaslah menetas. Mekarlah dengan sejuta warna di tubuhmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...