Di Tanah Kering


 

Jika hidup memanglah sementara, maka biarkan aku membaringkan seluruh sisa usiaku di bening kelopak matamu.

Siapa sangka aku yang kapiran begini bisa terdampar di luasnya hatimu. Aku yang compang-camping. Aku yang lusuh. Aku yang kelaparan. Aku yang kehausan. Bahkan nyaris kehilangan Tuhan. Akhirnya menemukan tempat berbaring. Mendapati lahan subur. Dengan sungai di setiap sisi. Hutan di setiap sudut. Dan hamparan padang rumput di lega dadamu. Berkat dirimu. Aku bisa melanjutkan pengembaraan ini.

Kau balut segala nestapa di dalam tubuh ini. Kau rawat segala luka di dalam tubuh ini. Kau basuh segala ragu di dalam tubuh ini. Kau jahit segala lubang. Kau sulam segala rompal. Kau rajut segala asa. Kau kecup segala mimpi di dalam tubuh ini.

Aku tak lagi muda. Tapi bukan berarti terlalu tua. Untuk melanjutkan pengembaraan ini. Aku hanya perlu belajar. Terus belajar. Dan selalu belajar.

Aku tak lagi muda, memang. Tapi bukan berarti terlalu tua, sudah kukatakan. Untuk melanjutkan pengembaraan ini. Aku hanya perlu bersabar. Terus bersabar. Dan selalu bersabar.

Aku tak lagi muda, benar. Tapi bukan berarti terlalu tua, sungguh. Untuk melanjutkan pengembaraan ini. Aku hanya perlu mencintaimu. Terus mencintaimu. Dan selalu mencintaimu.

Maukah kau mengembara bersamaku? Relakah kau mengembara bersamaku, selalu? Dalam segala duka dalam segala luka dalam segala nestapa?

Jalan yang akan kita tapaki terjal. Dipenuhi belukar. Ditempati binatang-binatang buas. Dikuasai dingin dan kelam. Tapi jika bersamamu. Meski sebenarnya aku akan merasa khawatir tapi aku tak akan pernah khawatir. Walau kudu berdarah kakiku. Aku akan tetap menapakinya. Walau kudu tersesat langkahku. Aku akan tetap menapakinya. Walau kudu menyerahkan nyawaku. Aku akan tetap menapakinya. Jika bersamamu. Asalkan tetap bersamamu.

Maukah kau mengembara bersamaku? Relakah kau mengembara bersamaku, selalu? Dalam segala suka dalam segala rupa dalam segala warna?

Jalan yang akan kita tapaki gelap. Dipenuhi kelam. Ditempati kesepian. Dikuasai ragu dan bimbang. Tapi jika bersamamu. Meski sebenarnya aku akan merasa gamang tapi aku tak akan pernah gamang. Walau kudu tersayat hatiku. Aku akan tetap menapakinya. Walau kudu membeku hatiku. Aku akan tetap menapakinya. Walau kudu menyerahkan hatiku kepada ketidakpastian. Aku akan tetap menapakinya. Jika bersamamu. Asalkan tetap bersamamu.

Aku sadar betul, kekasihku. Tanah yang akan kita garap di depan sana hanyalah lahan kering. Tapi marilah kekasihku. Marilah kita melangkah. Marilah kita mulai menggarap. Marilah kita mulai menanam mimpi di atasnya. Jika bersamamu. Asalkan tetap bersamamu. Segalanya hanya akan jadi cerita indah untuk anak-anak kita kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...