Pelabuhan

 


Kau membayangkan ia melahirkan anakmu. Anak kalian. Seorang anak yang kelak, barangkali, akan menjadi pelukis atau pianis atau atlet bulu tangkis. Kau dan ia bangga padanya. Dia pun sebaliknya, begitu bersyukur bisa dibesarkan oleh kalian. Kalian yang selalu menuntunnya menemukan dirinya sendiri. Kalian yang selalu rela membakar diri demi menerangi jalannya.

Pada matanya yang jernih, bayangan itu teramat jelas. Kau bisa melihatnya seolah-olah dia memang telah lahir. Dia seorang perempuan. Kulitnya sekuning kau dan seputih ia. Rambutnya yang masih pendek, tapi kau bisa mudah menebak jadinya akan bergelombang. Bayi yang telah lahir itu, anak kalian, tentu atas persetujuannya, akan kau namai Niskala. Kau tak tahu artinya. Kau hanya berpikir kalau nama itu keren dan jarang dipakai–apa sekarang sudah banyak?

Saat dia mulai belajar tengkurap, kalian akan mengajarinya berenang. Saat dia mulai belajar berenang, kalian akan mengajarinya menyelam. Saat dia mulai belajar menyelam, kalian akan mengajarinya mencari mutiara. Saat dia mulai mencari mutiara, kalian akan mengajarinya satu hal terakhir; sungguh, tak ada yang lebih mahal harganya daripada dirinya.

Saat dia mulai belajar berjalan, kalian akan mengajarinya menunggang kuda. Saat dia mulai belajar menunggang kuda, kalian akan mengajarinya mengendalikan pikiran. Saat dia mulai belajar mengendalikan pikiran, kalian akan mengajarinya mengendarai mimpi. Saat dia mulai belajar mengendarai mimpi, kalian akan mengajarinya terbang di atas mega-mega. Saat dia mulai belajar terbang di atas mega-mega, kalian akan mengajarinya satu hal terakhir; sungguh, tak ada yang lebih tinggi nilainya daripada dirinya.

Saat dia mulai belajar bicara, kalian akan mengajarinya bercakap-cakap dengan pepohonan. Saat dia mulai belajar bercakap-cakap dengan pepohonan, kalian akan mengajarinya mengobrol dengan hewan-hewan. Saat dia mulai belajar mengobrol dengan hewan-hewan, kalian akan mengajarinya berbincang dengan bintang-bintang. Saat dia mulai belajar berbincang dengan bintang-bintang, kalian akan mengajarinya berdiskusi dengan matahari. Saat dia mulai belajar berdiskusi dengan matahari, kalian akan mengajarinya merenung bersama bulan. Saat dia mulai belajar merenung bersama bulan, kalian akan mengajarinya satu hal terakhir; sungguh, tak ada ilmu yang lebih mulia daripada menulis di atas gulungan ombak.

Dengan cara itulah anak kalian akan tumbuh. Dengan cara itulah anak kalian akan dididik. Dengan cara itulah anak kalian akan dibesarkan. Dengan cara itulah kalian akan menjalani hidup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...