Rahim Itu Berisi Puisi

 


Menjelang malam pergantian kelamin, kau menuntaskan percintaanmu bersama rembulan dengan meniupkan puisi ke dalam rahimnya. Sudah barang tentu puisi itu adalah puisi cinta. Sebuah puisi cinta yang ditulis saat kau melihat rembulan dari tepi sebuah kolam. Lantas beratus-ratus tahun setelahnya, puisi yang telah kau tiupkan ke dalam rahimnya menjelma segumpal doa.

Doa di dalam rahimnya merangkak mendaki tenggorokan, menyusuri lika-liku rongga mulut, terpeleset ribuan kali saat meniti lidah dan tenggelam jutaan kali dalam deras ludah, sebelum lalu memuntahkan dirinya menjadi teriakan-teriakan kesakitan. Doa di dalam rahimnya merangkak mendaki tenggorokan menyusuri lika-liku rongga mulut terpeleset ribuan kali saat meniti lidah dan tenggelam jutaan kali dalam deras ludah sebelum lalu memuntahkan dirinya menjadi teriakan-teriakan kesakitan yang pada akhirnya, setelah melalui obrolan bersama malam yang begitu panjang, kau dan rembulan memutuskan untuk membunuh doa itu.

Kau dan rembulan bukannya tak menyayangi doa itu. Kalian berdua tentu menyayanginya. Malah teramat begitu menyayanginya. Sebab mau bagaimanapun, doa di rahim rembulan adalah buah dari percintaan kalian. Doa di rahimnya adalah bukti bahwa kau dan rembulan pernah saling begitu mencintai. Doa di rahimnya adalah isyarat dari percintaan kau dan rembulan yang membara.

Kau teringat pada suatu malam, saat sedang rungsing dan kau masuk kamar dan mendapati rembulan tengah tergolek telanjang menantimu. Itulah percintaanmu yang pertama. Itulah kali pertama kau menuliskan kisah cinta kalian di dinding farjinya. Itulah waktu ketika kau, untuk pertama kalinya, meniupkan puisi cinta ke dalam rahimnya. Malam-malam selanjutnya, pada setiap malam yang kau dan rembulan kunjungi, adalah malam-malam indah belaka.

Kau dan rembulan pernah memadu cinta di ranjang pasir pantai selatan berselimut debur ombak. Kau dan rembulan pernah menyalakan terangnya cinta kalian di langit gelap. Kau dan rembulan pernah bercinta di atas mega-mega di atas layung membara di sela-sela azan subuh di sunyinya galaksi di atas kolam penuh ikan dan di belantara hutan. Jutaan kali kau menulis kisah cinta kalian di dinding farjinya. Jutaan kali pula kau meniupkan puisi cinta ke dalam rahimnya, ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya ke dalam rahimnya hingga menjelang malam pergantian kelamin, kau menuntaskan percintaanmu bersama rembulan.

Puisi di rahimnya menjelma doa, yang lalu kau bunuh dengan suka cita.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...