Jejak Lidah dan Ludah

 


Kau bisa merasakan jejak-jejak ludahnya di segala penjuru tubuhku. Dari ujung kepala hingga kaki. Dari ujung rambut hingga ujung sela-sela kukuku. Jejak-jejak ludahnya menyelimuti setiap bagian tubuhku, dan itu yang memampukanku, hingga saat ini, melangkah. Jejak-jejak ludahnya menyuburkan setiap lekuk tubuhku. Ambil contoh bibirku, yang tadinya kering sebagaimana sawah pada musim kemarau, berubah kembali subur. Falusku yang tadinya layu serupa bunga tak disiram, berbalik mendadak dipenuhi gairah. Pikirianku yang tadinya kelam seperti halnya belantara hutan, lantas menjadi mengagumkan sebagaimana ka’bah. Jejak-jejak ludahnya membangkitkanku dari kematian. Jejak-jejak ludahnya, sampai kapan pun, mustahil luntur dari tubuhku.

Dari dasar mimpi kau bangkit, datang, melangkah memasuki tubuhku. Meski kau tak tahu apa pun mengenai tubuhku, kau tetap memasuki tubuhku lebih dalam lebih dalam lebih dalam semakin dalam sampai tiba ke dalam hatiku. Lirih kau bertanya, “Aku hendak membaringkan cintaku di dalam hatimu, sudikah kau merawatnya?”

Maka kuceritakan kepadamu perihal jejak-jejak ludahnya. Kuceritakan kepadamu perihal jejak-jejak ludahnya yang telah menyelimuti setiap bagian tubuhku. Kuceritakan kepadamu perihal jejak-jejak ludahnya yang sampai kapan pun, mustahil luntur dari tubuhku. Lirih aku bertanya, “Relakah kau membaringkan cintamu di dalam tubuh yang telah dipenuhi ludahnya?”

Kau tersenyum manis. Manis sekali. Matamu berbinar berkilauan cahaya. Ludahnya, barangkali memang tak bisa luntur dari tubuhmu, tapi karena ludahnya adalah air, maka kau tak usah khawatir. Bagaimanapun, air akan selalu mengalir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...