Untuk Sebutir Telur

 


Aku melangkah meniti jembatan menuju kegelapan yang mana kelak, untuk seribu tahun kemudian, aku akan menghabiskan hidup dalam seribu tahun kesunyian. Dalam seribu tahun kesunyian, aku akan semadi untuk sepuluh ribu tahun keheningan supaya dapat mencapai puncak dari kenangan yang saat telah kucapai, akan kuurai untuk seratus ribu tahun pengembaraan yang akan datang. Dalam kehidupan seratus ribu tahun pengembaraan, aku akan melangkah hingga kedua kakiku menjadi sayap dan kedua tanganku menjadi kertas dan kedua mataku menjadi huruf dan mulutku menjadi pena. Aku akan melangkah hingga seluruh tubuhku melebur merupa samudera tinta dan merupa segala rupa warna dengan segala rupa bau dan segala rupa bentuk. Aku akan melangkah terus melangkah tetap melangkah dan melangkah hingga sejuta tahun yang akan datang untuk menuliskan segala kisah dan kasihku pada gulungan ombak pada mega-mega pada dinding layung dan pada hamparan semesta.

Saat menginjak tahun ke sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu segalanya akan selesai kutulis, dan aku akan kembali meniti jembatan menuju kecerahan yang mana kelak, untuk seribu tahun  kemudian, aku akan menghabiskan hidup dalam seribu tahun kehangatan. Dalam seribu tahun kehangatan, aku akan berdansa untuk sepuluh ribu tahun kegembiraan supaya dapat mencapai puncak dari masa depan yang saat telah kucapai, akan kurajut untuk seratus ribu tahun pengembaraan yang akan datang. Dalam kehidupan seratus ribu tahun pengembaraan, aku akan melangkah hingga kedua kakiku menjadi sayap dan kedua tanganku menjadi kertas dan kedua mataku menjadi huruf dan mulutku menjadi pena. Aku akan melangkah hingga seluruh tubuhku melebur merupa samudera tinta dan merupa segala warna dengan segala rupa bau dan segala rupa bentuk. Aku akan melangkah terus melangkah tetap melangkah dan melangkah hingga sejuta tahun yang akan datang untuk menuliskan segala kisah dan kasihku pada bening kedua bola matamu pada sepanjang rambutmu yang berkilau dan pada hamparan tubuhmu yang tergolek telanjang di ranjang semesta.

Di ranjang semesta itulah, beralas pasir pantai selatan berselimut layung membara dengan debur cinta yang membara, aku akan menenggelamkan diri untuk menanti telur yang kutemukan di dasar mimpi menetas sembari menulis puisi dan menyanyikan kidung-kidung cinta dan membacakan cerita-cerita dari segala zaman dan sebelum kemudian setiap aku hendak berangkat tidur, akan kukecup keningnya.

Ketahuilah kekasihku, tak ada perjalanan yang akan tersesat. Tak ada pengembaraan yang tanpa hasil. Tak ada penantian yang akan sia-sia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...