Si Anjing Si Orang

 


Si anjing melangkah mengendusi barangkali ada sisa-sisa makanan di dalam tubuh orang yang tengah terbaring sekarat di pinggir jalan dekat pohon jambu batu yang menjulang sendiri di antara rimbunnya semak-semak.

Si orang yang sedang sekarat tak sanggup menggerakan tubuhnya walau sedikit sebab menit demi menit berlalu dan racun dari ular kobra yang mematuknya semakin dalam mengisi setiap relung pembuluh darahnya.

Si anjing menatap lekat si orang. Melalui hidungnya yang tajam, ia tahu kalau racun telah bercampur dengan darah si orang di dalam tubuhnya. Ia tahu si orang sekarat dan beberapa menit lagi akan modar. Penciumannya yang luar biasa pekanya tak pernah meleset membikin perhitungan.

Si orang mulai bernafas berat. Dadanya mulai terasa sesak. Matanya yang perlahan mengabur memandangi cahaya terang tapi tak menyilaukan hinggap di salah satu dahan pohon jambu batu. “Apa itu Ijroil?”

Si anjing, melalui penciumannya mulai memperhitungkan dua kemungkinan. Pertama, ia sangat lapar, dan harus segera memakan sesuatu kalau tak ingin modar. Ia tak ingin memakan daging manusia tapi sekaligus tak punya pilihan lain, sebab menurut perhitungannya tenaganya tak akan cukup jika dibawa berjalan barang sekilo. Ia akan keburu ambruk dan mati lemas. Kedua, jika ia memakan orang sekarat yang darahnya telah tercampuri racun yang kini terbaring di hadapannya, akankah racun itu berpengaruh padanya? Ia tak tahu jawabannya. Maka dari itu ia belum berani memutuskan apakah akan memakan si orang sekarat atau bagaimana.

Si orang perlahan melihat cahaya di atas dahan pohon jambu batu tersebut semakin terang, semakin terang dan semakin terang walau tetap tak bikin silau. Cahaya itu seperti melambai padanya, seperti mengajaknya pergi ke suatu tempat, seperti mengucapkan sesuatu semacam “Marilah pulang, Fulan!”

Si anjing sudah tak kuat menahan lapar di perutnya, tapi ia masih bingung takut racun dalam tubuh si orang malah membuatnya bukannya hidup tapi mati, tapi ia merasakan lapar semakin menjadi-jadi, tapi ia bingung, tapi ia lapar, tapi bingung, tapi lapar.

Si orang melihat cahaya di dahan jambu batu itu perlahan turun.

Si anjing menjilat perut si orang ketika kemudian cahaya itu hinggap di kedua mata si orang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...