Seekor Anjing Saleh

 


Seekor anjing melenggang menuju masjid, hendak ikut serta dalam salat berjamaah yang lalu akan dilanjutkan dengan perjamuan yasin yang biasa diselenggarakan pada setiap malam jumat. Sebelum berangkat, dari kandang ia telah membersihkan diri dari segala najis yang melekat pada bulu dan kulitnya dengan cara menjilatinya. Lantas dengan keempat kakinya (atau tangannya?) ia mengambil abdas. Ia mengenakan pakaian terbaiknya, tanpa sarung dan kopiah. Tasbih ia kalungkan di lehernya, sementara Al-qur’an ia jinjing menggunakan mulutnya. Azan memanggil, “Bismillah,” ucapnya sembari melangkah.

___

Sebelum memasuki masjid, si anjing mampir ke tempat abdas buat mencuci kaki (atau tangan?), dan setelah dirasanya bersih, ia pun melangkah melewati pintu yang telah terbuka, dan menggonggong mengucap salam. Ia meletakkan Al-qur’annya di dekat jendela, dan seperti halnya orang-orang, ia lantas menunaikan salat qobliyah magrib.

Kira-kira lima menit berlalu. Muazin melirik kanan-kiri depan-belakang memeriksa apakah masih ada tersisa orang-orang yang tengah menunaikan salat qobliyah. Setelah mendapati orang-orang telah selesai melaksanakan salat sunah qobliyah, muazin beranjak menuju mik merapalkan ikamah. Orang-orang pada berdiri bersiap berbaris dengan rapi, tak terkecuali si anjing.

            Persoalan mendadak datang ketika tempat imam masih terlihat kosong. Orang-orang pada celingukan saling memandang dan menengok ke belakang, tapi tak didapatinya orang yang biasa menjadi imam salat. Orang paling sepuh, yang secara istikamah selalu berdiri persis di belakang imam, yang juga merangkap sebagai sekretaris masjid, yang juga adalah keturunan langsung dari ajengan di kampung itu, memberi perintah kepada si anjing untuk maju mengimami mereka. Si anjing tentu terkejut karena tak menyangka. Ia lantas menolaknya halus, dan memersilakan yang sepuh-sepuh dulu untuk menjadi imam. Tapi yang lain-lain, terutama yang sepuh-sepuh, malah balik memandanginya.

            “Telah tiba waktunya. Majulah anak muda,” perintah sekretaris masjid.

            Si anjing tak bisa menolaknya lagi, sebab kini semua pandangan dan perhatian telah tertuju padanya. Jika ia menolaknya, maka itu akan terasa seperti laku yang kurang ajar. Ia tak berani menolak perintah sesepuh yang di dalamnya mengalir darah seorang ajengan. Ia tak punya pilihan selain maju menjadi imam. Dan ia pun akhirnya melangkah maju mengisi tempat sakral tersebut.

___

“Allahu akbar!” lantang si anjing bertakbiratulihram.

            Si anjing membaca fatihah dengan begitu taktis dan efisien tapi sekaligus merdu tanpa terkesan dipaksakan. Walau telah dikenal karena akhlaknya yang jempolan, sejujurnya, tak pernah ada yang menyangka jika si anjing bisa begitu fasih kala ditugasi menjadi imam salat.

Di rakaat pertama, sehabis fatihah, si anjing membaca surat al-balad. Sedangkan saat fatihah habis di rakaat kedua, ia membacakan surat al-ghasiyah. Tiga rakaat magrib sempurna ditunaikan, dan ia pun lanjut memimpin wirid dan doa.

            Salat telah rampung, dan jamaah, sebagaimana biasa, kemudian melingkar. Sebab orang yang biasanya menjadi imam salat adalah juga orang yang biasa memimpin pengajian rutin di malam jumat, si anjing pun lagi-lagi diberi instruksi oleh sesepuh untuk memimpin pengajian. Kali ini ia mengangguk tanpa canggung. Malam itu, ia memimpin yasinan di masjid, dan ketika yasinan telah selesai, ia pun kembali memimpin mengimami salat isya lengkap dengan wirid dan doa-doa.

            Sejak magrib itu, si anjing diberi jadwal rutin untuk menjadi imam salat magrib, isya, dan subuh. Sebenarnya tak hanya menjadi imam salat magrib-isya-subuh, ia juga diberi jadwal rutin untuk mengisi pengajian ibu-ibu pada selasa dan jumat sore. Selain itu, ia pun diberi jadwal untuk menjadi imam sekaligus khatib salat jumat pada minggu ketiga di setiap bulannya. Bahkan setelah setahun berlalu, si anjing diberi kesempatan oleh MUI kecamatan untuk memimpin salat idul adha di alun-alun. Sungguh si anjing tak pernah menyangka, jika kemudian dirinya akan menempuh jalan yang tak pernah dibayangkannya sama sekali.

___

Itulah cerita singkat mengenai seekor anjing muda yang hidupnya tiba-tiba berubah setelah menjadi imam pada suatu magrib. Hidup si anjing tentu tak akan berubah hingga sedemikian seperti sekarang tanpa campur tangan sesepuh yang merangkap sebagai sekretaris masjid yang di dalam dirinya mengalir darah seorang ajengan itu. Ketika ditanya mengapa pada magrib itu ia memberikan kesempatan kepada si anjing buat menjadi imam padahal dirinya pun telah terbiasa untuk menjadi imam jika imam utama sedang berhalangan, dan padahal yang dipersilakan olehnya untuk menjadi imam adalah seekor anjing dan bukan manusia, sang sesepuh hanya berkata begini:

            “Memang anjing dan manusia ada bedanya?”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...