Getar yang Getir

 


Dua bola mata tertangkap nanar tengah memandang masa depan. Ia diringkus ketika sedang berusaha menyatroni beraneka ragam kemungkinan yang entah itu kasat ataupun tidak. Untung saja pihak berwenang bertindak cepat dan tangkas, sebab menatap masa depan pada musim yang getir adalah kegiatan yang melanggar hukum. Sama halnya seperti berbicara. Beberapa hari yang lalu, mulut-mulut kotor bau comberan juga berhasil diamankan karena diduga tak henti-hentinya bercuap-cuap menyenandungkan lagu-lagu muram sebagai bentuk protes. Di tempat kita ini, di tanah surga ini, kita tak boleh bersedih apalagi berduka. Kerja! Kerja! Kerja! Kita harus semangat. Dajjal memang sudah dekat, bahkan mungkin telah menyusup ke dalam mata, telinga, kepala, atau hati, atau jari. Tapi tenang saja, Nabi Isa belum juga akan turun, dan itu pertanda bahwa negeri kita masih baik-baik saja.

Negeri kita ini adalah negeri hukum, maka seyogyanya hukum menjadi panglima yang memimpin kita menuju keadilan. Laporkan saja jika ada orang keselip lidah, atau teledor dalam memandang masa depan, atau berani menyenandungkan lagu-lagu muram sebagai protes, atau untuk hanya sekadar kumpul-kumpul dengan sesamanya. Tak usah ragu tak usah bimbang tak usah takut, kami aparat negeri ini selalu siap sedia menumbalkan waktu dan tenaga untuk menumpas itu kejahatan. Lebih jauh dari itu, kami aparat negeri ini, siap mengorbankan jiwa raga kami, demi bangsa dan negara. Demi keutuhan negeri ini.

Tak usah digubris apalagi dipercaya jika ada orang yang menyebut bahwa negeri kita adalah negeri miskin. Tak ada itu ceritanya mau di dalam kitab suci atau di dalam hati nurani bahwa negeri surga dapat berubah menjadi negeri melarat. Cobalah bersihkan hati dan jernihkan pikiran dan lalu lihatlah, semua pejabat negeri ini telah makmur belaka. Tak ada itu pejabat-pejabat kaya yang mau bersusah-susah mengurusi urusan yang bukan urusan urusannya atau kelompoknya. Pejabat-pejabat di kita begitu giat bekerja, memanipulasi berbagai aturan demi kemajuan, mengeruk isi kantong kita buat dipakai negara membangun negeri, dan terutama menjaga stabilitas keamanan dalam negeri dengan menggalakan menangkapi benalu-benalu bangsa. Pejabat-pejabat kita adalah bukti, bahwa negeri ini tidaklah miskin. Bahkan begitu kaya, malah sangat kaya. Perihal bencana yang selalu melanda seperti banjir dan longsor, itu hanyalah semata-mata karena curah hujan yang tinggi, dan bukan produk daripada kebijakan pemerintah yang ngawur. Tinggal kirim perahu karet. Beres.

Maka dari itu, untuk membentuk suatu pemerintahan yang adil dan makmur sekaligus barokah, dibutuhkan rakyat yang patuh dan tidak rewel. Belajarlah untuk mengurusi urusan masing-masing dan tidak mencampuri urusan orang lain, apalagi urusan pemerintah. Kalian bukanlah ahli, dan karena itulah kalian hanya menjadi rakyat. Kepala kalian kosong, otak kalian kecil, kekuatan kalian lemah, tak punya daya apalagi upaya yang cukup untuk mengurusi negeri. Biar saja urusan diurus oleh ahlinya, yaitu kami. Para anggota dewan yang mulia, menteri-menteri kabinet jilid tebal, Wakil Tuan Presiden yang ahli ibadah, dan Tuan Presiden Kesatria Pininggit keturunan besar Raja-raja Jawa yang mengurusi.

Bukankah kitab suci juga sudah memperingatkan sedari jauh-jauh hari bahwa kehancuranlah yang akan dipanen jika suatu urusan tidak diurus oleh ahlinya? Maka janganlah rewel. Ikuti saja peraturan yang berlaku, taatlah kepada hukum, hormatilah para pejabat, dan bersinergilah dengan aparat. Kalian pergi saja liburan entah ke mana. Habiskan uang kalian, bunuhlah waktu dengan bersenang-senang. Berpestalah di Bali, atau puaskan falus dan farji kalian dengan lonte-lonte Ibu Kota, atau berdandanlah seindah mungkin dengan fashion teranyar dari Bandung. Disiplinkanlah hidup dengan kerja, kerja, dan kerja. Sehabis itu hamburkanlah uangmu buat liburan, liburan, dan liburan. Dengan begitu, niscaya hidup akan menjadi indah. Urusan negara biar kami yang urus. Kalian tak usah ikut pusing. Tapi, jangan lupa bayar pajak.

 

Hidup itu sederhana, yang membikin rumit adalah kalian sendiri yang apa-apa ikut rewel mengurusi. Ada pemerintah bikin UU ITE yang begitu bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, didemo dan disebut produk dari kecacatan berpikir. Ada pemerintah bikin UU Cipta Kerja yang bertujuan buat menggenjot ekonomi negeri yang lemah syahwat, juga didemo besar-besaran disebut produk pesanan para pengusaha serta tak lain untuk melanggengkan oligarki. Ada pemerintah pada saat pandemi menerapkan kebijakan PSBB alih-alih lockdown malah disebut kebijakan ngawur. Ada pemerintah mengganti istilah PSBB dengan PPKM demi menekan laju virus secara instan malah diguyu dan menyebutnya keputusan tolol.

Padahal pemerintahan negeri ini, khususunya di bawah kepemimpinan tangan beton Tuan Presiden Kesatria Pininggit keturunan besar Raja-raja Jawa, begitu peka pada apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Kami bekerja demi rakyat, bukan demi pengusaha. Kami selalu bekerja dengan segenap hati nurani yang bersih yang ikhlas demi bangsa dan negara. Selalu seperti itu. Tidak pernah tidak. Negeri ini memang penganut demokrasi tulen, oleh karena itu, kami sebagai wakil rakyat, berhak dan sah menurut undang-undang untuk memegang kendali penuh perihal mau dibawa ke arah mana ini bangsa. Kan rakyat juga yang memilih kami? Kan kalian juga yang menjadikan kami sebagai wakil untuk memegang tampuk pemerintahan? Ini malah ketika kami sudah bekerja dengan sepenuh hati untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan merancang berbagai peraturan yang memudahkan, yang meringankan, malah terus-terusan direweli. Mau kalian sebenarnya apa? Duit?

Jika memang menginginkan duit, maka solusinya cuma satu: kerja, kerja, kerja. Tak perlulah kalian mengikuti passion diri untuk berlagak dengan memilih berkarya alih-alih bekerja. Kerja saja, tak usah berkarya. Gunakan ijazahmu buat melamar kerja ke perusahan-perusahan, atau untuk mengikuti seleksi CPNS yang dibuka tiap tahun oleh pemerintah. Hidup saja yang normal. Tak usah aneh-aneh. Kerja tiap hari, akhir pekan liburan. Masuk kerja jam delapan pagi, pulang kerja jam lima sore. Sebulan sekali terima gaji, dan dengan begitu kalian akan memiliki pemasukan tetap tiap bulan. Ikuti saja alurnya, teruslah seperti itu sampai kalian tua dan akhirnya pensiun. Lalu hidup dengan gaji pensiunan dari pemerintah. Beres. Tidak ribet.

Sederhana saja. Tak usah dibikin rumit. Kehidupan seperti itulah yang nanti akan menyelamatkan kalian. Kehidupan seperti itulah yang akan menjamin masa tua kalian. Daripada punya mimpi aneh-aneh atau muluk-muluk jadi penulis, atau pemain bola, atau jadi pianis, atau jadi penyanyi, atau jadi fotografer, atau jadi apalah itu pekerjaan jaman sekarang yang tak tentu bentuknya. Tak usah mengejar mimpi, sebab mimpi akan selalu berubah bentuk. Lagian, mimpi itu tempatnya di atas sana. Jadinya kalau memang mau ya jangan dikejar, tapi dipanjat.

Jadilah orang yang sederhana. Kerja, kerja, kerja. Patuhi pemerintah, taati peraturan yang ada. Sudah. Beres.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...