Sejarah Habib dan Kegelisahan Chester Bennington

 


Mengapa duit begitu sulit didapat sementara orang-orang di luar sana begitu mudahnya menghambur-hamburkan cinta? Apa kepulangan Sang Imam Besar keturunan Sang Nabi itu ikut ambil bagian dalam hal mewujudkan ketidakstabilan politik di dalam dompet?

Pada awalnya aku mengira semua kekacauan ini bermula pada saat Chester Bennington memutuskan untuk pergi meninggalkan alam dunia. Chester Bennington mungkin telah begitu muak buat hidup di dunia, dan lebih memilih buat kembali meniti karir dari nol dengan bersolo di akhirat sana. Chester Bennington juga mungkin muak melihat Indonesia yang menurutnya hanya begitu-begitu saja, terutama pada kelakuan orang-orangnya yang hanya agul dengan payung butut alias hanya hidup dengan cuma membangga-banggakan nasab. Semasa Chester Bennington masih hidup, ia pernah diwawancarai oleh seorang reporter yang adalah keturunan langsung dari mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda J.P. Count of Limburg Stirum yang sekarang memilih buat menetap dan menjadi Warga Negara Indonesia, apakah sistem kultur atau sistem tanam paksa yang tersohor itu masih diperlukan buat menggenjot perekonomian Indonesia yang lemah syahwat ini? Chester Bennington menjawab, bisa jadi sistem itu diperlukan kalau masih tak ada terobosan dalam bidang IPTEK mengenai pentingnya penelitian manfaat tanaman ganja untuk keperluan medis, dan bisa jadi sistem tanam paksa tidak diperlukan kalau setiap musisi baik yang menganut paham major label atau independen dapat melaksanakan ibadah umroh secara rutin, dan tentu dapat menunaikan ibadah haji tanpa harus menunggu sepuluh atau dua puluh tahun lamanya.

Dalam kata sambutannya pada acara seren taun di Sukabumi, Chester Bennington pernah bercerita bahwa sebenarnya ia dan Sang Habib dulunya adalah teman akrab karena sama-sama menceburkan diri ke dalam aliran keras, sebelum akhirnya ada satu kejadian yang membuat hubungan mereka menjadi berantakan. Peristiwa itu bermula ketika ia dan Sang Habib saling bertikai melalui adu pendapat di Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama di kota Banjar entah pada tahun berapa ia lupa. Banyak hal penting yang dibahas dalam munas NU tersebut, termasuk pembahasan mengenai gonjang-ganjing intoleransi yang padat merayap menyusup melalui kecoa-kecoa putih di tubuh NKRI, dan kemudian dibikinlah rekomendasi buat pemerintah bahwa non-muslim di Indonesia yang adalah minoritas sebaiknya tidak disebut ‘kafir’ dan cukup hanya disebut non-muslim saja. Namun sebelum keputusan itu mendapat dukungan mutlak dari para Kyai sepuh dan Kyai muda NU untuk disahkan pada sidang pleno, Sang Habib berteriak lantang tak menyetujui gagasan konyol tersebut. Menurut Sang Habib, orang yang akidahnya tak memeluk islam ya itu jelas kafir, itu sudah jelas, di qur’an juga Allah berkata begitu. Kafir ya kafir saja, tak perlu dirubah apalagi diutak-atik sebab itu telah menjadi ketentuan ilahi. Ini malah sembrono dan sok tahu serta berani-beraninya merubah hukum langit. Pada saat mencekam itulah, dengan izin para Kyai, Chester Bennington mematahkan pendapat Sang Habib dengan berucap bahwa di Arab saja tempat karuhun Sang Habib lahir, orang yang tak memeluk islam disebut non-muslim dan bukan kafir, leluhur sampeyan saja menghargai perbedan agama dalam konteks bernegara, masa sampeyan tidak? Sampeyan seperti tak pernah ke Arab saja Bib, Chester Bennington menutup argumentasinya.

Sang Habib sakit hati, tak menyangka teman baik yang telah ia anggap seperti sudara sendiri bisa berbicara setega itu kepadanya. Sejak saat itulah Sang Habib memutuskan buat memutus komunikasi dengan Chester Bennington, dan tak sudi buat bertemu apalagi mengobrol. Beberapa tahun kemudian Sang Habib muncul dengan band barunya yang bernama Garda Pembela Islam. Tak ada yang menyangka bahwa kelompok Sang Habib akan menimbulkan dampak luar biasa terhadap skena musik di tanah air, album-album relijinya laku keras di pasaran. Apalagi ketika tahun-tahun politik, kelompoknya berhasil mencapai puncak popularitas dengan penjualan album sebanyak delapan juta kopi pada sebuah reuni di Monas. Keberhasilan tersebut mampu memecahkan rekor muri kategori penjualan album terbanyak yang sebelumnya dipegang oleh Dewa 19 dan kemudian secara konsisten dipertahankan oleh Peterpan. Bahkan majalah musik terkemuka Rolling Stone, memasukkan kelompok GPI Sang Habib pada peringkat 3 dalam daftar band atau musisi paling berpengaruh di dunia setelah Led Zeppelin dan Habib Syech. Atas dasar itulah sebenarnya, demi mengimbangi pengaruh kelompok GPI Sang Habib, setelah melakoni enam bulan tirakat di makam Gus Dur sembari mendawamkan puasa Daud, Chester Bennington memutuskan untuk membikin kelompok band Linkin Park. Namanya sengaja memang keminggris biar dunia internasional juga dapat menikmati karya-karyanya, dan kemudian sejarah membuktikan bahwa Linkin Park juga punya pengaruh yang tak kalah luar biasa dengan GPI.

Namun meski demikian, pertarungan ternyata tak berhenti sampai di situ. Setelah Sang Habib dan Chester Bennington mendawamkan perang dingin selama berpuluh-puluh tahun, lalu sekali lagi, perang secara terbuka kembali terjadi.

 

Huru-hara ini bermula ketika telah hampir setahun, pandemi korona di tanah air tak becus ditangani oleh Tuan Menteri Kesehatan. Ia tak cekatan ketika petaka itu baru seumur jagung, dan konyolnya malah menyebut bahwa virus mematikan tersebut tak akan berani buat masuk tanah air dikarenakan birokrasinya yang terkenal rumit. Tuan Presiden beserta jajarannya yang ma’sum itu juga malah mengundang warga dunia buat menikmati panorama alam yang layaknya surga di tanah air. Tak perlu ragu tak perlu risau, tuan-tuan dan nyonya-nyonya datanglah berlibur ke negeri kami, sebab negeri kami adalah negeri surga, dan oleh karena itu tak bakal ada korona yang berani buat mangkal di sini. Masa surga kena korona? Seloroh mantan jenderal TNI yang sekarang menjadi ketua panitia penanggung jawab pementasan dagelan di Istana Negara.

Sang Habib kemudian datang dengan maksud untuk menyelamatkan umat dari ketidakbecusan pemerintah dalam membumihanguskan itu korona dengan program revolusi akhlak. Gagasan tersebut tak muncul dengan seenak jidat seperti yang banyak dituduhkan oleh orang-orang awam yang buta yang kurang iman; ide untuk menyelamatkan tanah air dari korona dengan laku revolusi akhlak Sang Habib dapatkan ketika secara intens selama tiga tahun berlatih sambo (gulat tradisional asal Rusia) bersama penguasa pegunungan Dagestan Khabib Nurmagumedov di kota suci Mekah. Pada saat-saat itulah, Sang Habib dan Sang Khabib kerap bertukar pikiran dan mendiskusikan mengenai posisi sekaligus pentingnya agama dalam negara. Kebetulan ketika itu Sang Khabib telah pensiun dari dunia MMA setelah mengalahkan penantang utama sabuk juara asal Amerika Serikat Justin Gaetjhe yang membuatnya mengantongi rekor sempurna 29-0 dalam karirnya di kelas light-heavyweight, jadi ia punya banyak waktu luang buat mengobrol. Sang Khabib berkata pada Sang Habib bahwa, orang-orang di luar islam tak bakal membaca al qur’an dan hadist, mereka akan membaca dirimu, jadi berlaku baiklah pada segala makhluk, pungkasnya.

Namun belum juga revolusi akhlak itu dimulai apalagi diterapkan, pertikaian berdarah datang mencolok mata telanjang hati nurani, dan akibatnya, sebanyak enam anggota inti dari band kelompok Sang Habib yang konon kata orang sudah mesti ahli surga yang tak punya kemampuan bergulat seperti Sang Khabib dan juga tak berpengalaman dalam peperangan, meregang nyawa. Dan seperti selayaknya sidang ujian skripsi di jurusanku yang menerapkan sistem sidang tertutup, peperangan itu juga diselenggarakan dengan cara tertutup. Malam itu orang-orang mendadak buta, mendadak tuli, mendadak lumpuh. Kendaraan mendadak berhenti, mendadak binasa. Kamera pengawas jalan tol mendadak macet, mendadak hilang ingatan. Sementara ketika peristiwa itu terjadi, Tuan Presiden tengah asyik-masyuk memberi makan kambing-kambingnya, dan Tuan Wakil Presiden tengah mendirikan solat tahajud buat menggedor pintu langit, dan para menteri kabinet bersatu jilid tebal serta Panglima TNI dan Kapolri sedang khusuk berkaraoke di corong media menyanyikan lagu-lagu kebahagiaan.

Entah sampai kapan gonjang-ganjing ini akan berakhir. Aku harap Imam Mahdi segera datang, dan Nabi Isa segera turun, dan Nabi Khidir segera ke permukaan, untuk membikin keadaan menjadi kembali kondusif. Sebab aku telah begitu tak sabar ingin melihat Danilla memainkan musik-musiknya di tanah suci sembari berhaji, dan menyaksikan Chef Renatta memasak buat Sang Nabi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...