Geliat Mimpi Buruk
Semua
serasa seperti serba tersendat, atau apa hanya aku? Orang-orang selalu bergerak
malah jalan semakin cepat, atau apa hanya aku? Segalanya serasa menjadi seperti
serba melambat, udara berat, angin tipis, hawa tak menentu, dan waktu, atau apa
hanya aku? Teman-teman telah semakin menjauh bersama pekerjaannya, bersama
kekasihnya, bersama istrinya, bersama suaminya, atau apa hanya aku? Bunga-bunga
terus saja gemilang, terus saja bermekaran, terus saja tersenyum, atau apa
hanya aku? Saldo tetaplah terisi, saldo tetaplah aman, saldo tetaplah penuh,
atau apa hanya aku? Matahari selalu ceria, bulan masih saja cantik,
bintang-bintang semakin tak tergapai, atau apa hanya aku? Segalanya perlahan
tampak terang, perlahan tampak jelas, perlahan menemukan bentuknya, atau apa
hanya aku?
Aku
bergerak aku berjalan malah aku berlari tapi, dunia semakin tak terkejar, atau apa hanya aku? Aku berdiri aku
mengangkat tangan aku bersujud tapi, masa depan tetaplah misteri, atau apa
hanya aku? Aku makan aku minum aku merokok tapi, pikiran tak pernah membumi,
atau apa hanya aku? Aku bangun aku mandi aku menyiram tanaman tapi, semua
tampak salah, atau apa hanya aku? Aku diam aku membaca buku aku menulis tapi,
semua seakan sia-sia, atau apa hanya aku? Aku mendengarkan musik aku menonton
film aku berolahraga tapi, tak membantu apa pun, atau apa hanya aku? Aku teriak aku berharap aku berdoa
tapi, resah tetaplah resah, atau apa hanya aku?
Apa
kabarmu, Ibu? Apa bapak juga sehat? Anakmu sedang sedih takut tak bisa membahagiakan
kalian, takut tak dapat mengajak kalian pergi umroh atau berangkat haji.
Padahal itu telah menjadi janjinya, padahal itu telah menjadi sumpahnya yang
terucap ketika bersujud di kaki kalian. Mungkin ibu dan bapak tak mendengarnya
dan itu wajar, sebab sumpah itu tak mampu mengalahkan lidah dan hanya bisa
sembunyi di balik hati. Itu pun sebongkah hati yang rapuh, yang rawan, yang
ringkih, yang apabila tak ada ibu dan bapak yang menyulam menambal dengan
doa-doa, niscaya hati ini akan mudah patah.
Walau sebenarnya
meski begitu, yang kuat pun bukannya tanpa pesoalan bukannya tanpa masalah
bukannya tenang-tenang saja, malah seringkali merasa ragu merasa sesak merasa
ringkih sebab kenyataan ternyata merupakan pedang bermata dua. Beruntungnya
aku, kalian masih ada masih mendampingiku
masih menolongku dengan senjata berupa doa-doa, dan yang hanya dengan
doa-doalah aku dapat bertahan dari ganasnya serangan si pedang bermata dua
alias si kenyataan.
Nyaris
setiap hari aku kalah kalau kalian tak membantuku dengan menyediakan senjata.
Acapkali aku terdesak tersedak,
acapkali aku tersungkur dan nyaris tumpas. Namun seringkali dengan mengingat
ibu dengan mengingat bapak, cahaya yang tadinya akan redup atau malah menuju
mati mendadak berubah menjadi menyala-nyala kembali, dan kemudian semua menjadi terang. Lorong yang tadinya gelap
menjadi terang, jalan yang tadinya terjal menjadi hanya berkelok, dan mimpi
yang tadinya sakit tiba-tiba saja mendapat kekuatan untuk sembuh. Entah tanpa
dirimu ibu, entah tanpa dirimu bapak, apa jadinya aku ini. Pinjami aku tangan
ibu dan bapak untuk membantu mengangkat doa-doaku. Pinjami aku kaki ibu dan
bapak biar aku bisa tegak berdiri dan kuat untuk melangkah. Pinjami aku mulut
ibu dan bapak supaya dapat kugunakan untuk mengetuk pintu langit. Pinjami aku
hati ibu dan bapak agar aku bisa menerima dalam sabar, agar aku bisa memuji
dalam syukur, agar aku bisa berikhtiar dalam ikhlas.
Dunia
semakin brutal, dunia menjadi gila, dunia sedang sakit di luar sini. Maka
tetaplah bantu anakmu ini untuk bertahan dari kebrutalan, untuk tetap waras
dari kegilaan, dan untuk sembuh dari kesakitan dengan doa-doa. Jika tidak, aku
tak mungkin mampu mengalahkan kenyataan beserta pedangnya yang ganas itu. Jika tidak,
aku hanya akan tumpas, aku akan tuntas. Ibuku, bapakku, doakan anakmu!
Komentar
Posting Komentar