Tahun yang Lusuh



Tahun ini begitu lusuh. Bercak air mata, keringat, dan darah dilukis sempurna dengan gaya absurd di atas kata-katamu. Sementara kenyataan hanyalah, sehelai kain sempit yang tak pernah cukup untuk membungkus kekeraskepalaan, apalagi harapan. Dan aku pun merangkak dari dalam lumpur, bergegas berlari membersihkan hati dan tubuh, menuju aliran sungai bening yang ternyata adalah tangisan kita. Airnya bersih tapi dingin, seperti sebuah senyum yang dipaksakan, mirip senyummu waktu itu. Aku pun, mandi, membasuh tahun yang lusuh ini dengan puisi, dan menyiraminya dengan nyanyian rohani. Tapi tahun ini sudah kadung begitu lusuhnya, dan aku ternyata adalah pengemis kumal yang tersesat di musim hujan.

Air hujan bukanlah air mata, ia tak pernah punya rasa. Saat aku tergenang misalnya, dalam upaya mencari tahu perihal kesalahan apa yang telah kuperbuat, yang membuat hatimu koyak, dan menggigil oleh kenyataan yang mungkin akan terjadi, ia malah menertawaiku dengan menjelma gerimis, bajingan! Aku lalu hanya tersaruk dalam jalan penuh persimpangan, membuatku bingung mesti ke mana melarikan diri padahal langit terus mengamati. Dan begitulah, sampailah aku di sini, di tahun yang lusuh ini, menanti hujan berhenti, menunggu luka dipanggang matahari, dan lalu kembali tertidur pada bulan Mei.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...