Nurhayati Sedang Resah
Aku mengalami… sebenarnya aku tak
tahu apa yang sedang kualami sekarang. Kepalaku pusing, badanku lemas,
otot-ototku lembek, mataku buram, kulitku kering dan gatal, hatiku gelisah,
pola makanku berantakan, tidur sekenanya, mandi seelingnya, solat tak pernah,
sedekah apalagi, kuliah berantakan, organisasi tak ikut, UKM juga, nongkrong
jarang, teman-teman pun sedikit.
“Cerita saja, siapa tau aku bisa
bantu?”
Aku resah melihat dunia saat ini. Aku
resah mengetahui hutan di Amazon terbakar, atau dibakar aku tak tahu. Aku resah
dengan kenyataan bahwa konflik di dunia Arab tak pernah berakhir. Aku resah
Palestina masih saja berperang dengan Israel. Aku resah melihat orang-orang
masih saja rasis terhadap saudara-saudara Papua, padahal perilaku rasis bagiku
hanya menunjukan bahwa ia tak lebih dari orang goblok. Aku resah melihat Ustad
Abdul Somad tak mau meminta maaf karena merasa benar, padahal pada setiap waktu
senggang sebelum tidur aku selalu mendengarkan ceramahnya di youtube. Aku resah
dengan orang-orang yang selalu teriak-teriak bahwa khilafah harus ditegakkan. Aku
resah dengan FPI, dengan NU, dengan Muhammadiyah, dengan semua ormas Islam. Aku
resah dengan PDI-P, PKB, Gerindra, PKS apalagi, aku resah dengan semua partai.
Aku resah pada Sherly Annavita yang sok tahu, aku juga resah pada Tsamara Amany
yang juga sok tahu.
Aku resah melihat orang-orang saling
ejek di twitter, instagram, facebook, dan youtube. Aku resah melihat
acara-acara televisi yang semakin tak bermutu. Aku resah dengan wacana KPI yang
berniat mengawasi Netflix dan Youtube. Aku resah dengan akting si Iqbal yang masyaAllah kok bisa ia mendapatkan peran
Minke dalam film yang diangkat dari novel Bumi Manusia? Tak habis pikir aku. Aku
resah melihat mahasiswa-mahasiswi yang kebanyakan masih doyan menonton daripada
membaca. Aku resah melihat mahasiswa-mahasiswi yang kerjaannya hanya mengurusi
acara saja, kurang peka dengan masalah-masalah yang ada. Aku resah melihat
kenyataan bahwa sawah habis dijadikan bangunan demi kemajuan, seakan sawah
merupakan tanda dari kemunduran. Aku resah buku-buku kiri banyak dibakar
aparat. Aku resah dengan penegakkan hukum aparat, dengan kebijakan ekonomi pemerintah.
Aku resah pada Muhammad Nasir Menteri Menristekdikti yang mewacanakan rektor
perguruan tinggi akan diisi oleh orang luar negeri.
Aku resah melihat tukang parkir,
dengan tukang becak, kusir andong, penjual gorengan, tukang sate keliling,
tukang sampah, tukang sapu di jalan, penjaga toko, petani di desa, buruh
pabrik, tukang rongsokan, presiden, guru-guru, dosen-dosen, ahli hukum, ahli
ekonomi, budayawan, seniman, pelukis, penulis, musisi, gubernur, bupati, PNS,
ASN, lonte, pelacur, ublag, mucikari, germo, gigolo, kaum nudis, lesbian, gay,
biseksual, transgender, perempuan alay, lelaki bucin, ibu angkringan,
satpam-satpam, polisi, tentara, politikus, ustad, kyai, ulama, habib, pastor,
pendeta, biksu, pilot, supir angkot, supir bis, abang gojek, abang grab,
instruktur gym, instruktur senam, instruktur yoga, pemain bola dalam negeri, tukang
tambal ban, kasir indomaret. Aku resah. Aku resah. Aku resah.
“Menurutmu aku kenapa, ya?”
“Kamu sedang resah, Nur.”
Komentar
Posting Komentar