Cerita Ganjil
Kesatu.
Rumah Sakit itu terletak
di pinggir jalan lurus yang membentang membelah perkebunan tebu. Rumah Sakit
itu terbilang baru seumuran jagung, dan satu-satunya bangunan yang ada di
sepanjang jalan. Rumah Sakit itu dicat putih seperti kebanyakan rumah sakit
pada umumnya. Rumah sakit itu adalah bangunan yang pertama kali dibangun oleh
pemerintah setempat demi menunjukan hutang moral para politisi bajingan pada
masyarakat. Rumah Sakit itu berdiri sendiri, menjadi dinding pembatas antara si
orang sakit dan si orang sehat.
“Amit-amit,
amit-amit.”
“Kenapa
dengan anakku?”
Si
suster yang baru enam bulan bekerja ini tak langsung menjawab. Ia bingung
bagaimana caranya menjelaskan kondisi bayi yang baru lahir itu sehalus mungkin
kepada ibunya yang barusan bertanya. Sebab, bayi ini tidak seperti bayi
kebanyakan yang mesti memiliki tekstur kulit wajah yang halus. Sebenarnya
seluruh tubuhnya memang seperti bayi kebanyakan yang dibalut kulit halus khas
bayi, tapi tidak dengan wajahnya. Keadaan inilah yang membuat si suster
kebingungan. Kulit wajah bayi ini memiliki tekstur kasar sekasar sekumpulan
sapu ijuk.
“Kenapa
dengan anakku?”
“Mukanya
jelek.” Suster satunya berseloroh.
“Dasar tolol! Perempuan
sepertiku tak mungkin melahirkan seorang perempuan jelek.” Bentaknya.
Kemudian
si suter yang satunya lagi, yang sedari tadi dengan tenang nan cekatan
membersihkan si bayi, yang kemudian membukus bayi itu dengan kain, memberikan
bayi itu pada ibunya. Sembari meletakkan bayi itu di atas dada si ibu, dengan
nada menenangkan ia berucap:
“Tak
usah dihiraukan, mereka memang tolol.”
“Ya, mereka memang tolol.
Aku akan menjadikan anak perempuanku ini menjadi perempuan paling cantik sealam
dunia.”
Kedua.
Semua pelajaran dari ibunya diterima Maharani
saat dirinya kira-kira berumur genap seratus hari. Untuk mengajarkan apa-apa
yang akan diajarkan pada anaknya, ibunya tentu sangat mempertimbangkan sematang
mungkin persiapan teknis serta kesiapan psikis anaknya. Ibunya meyakini bahwa
umur seratus hari merupakan saat sempurna untuk memulai semuanya. Entah
keyakinan seperti apa yang diyakininya sehingga ia bisa beranggapan seaneh itu.
Yang jelas, ia meyakini semua keyakinan aneh itu dengan sepenuh hati, dan seperti
keyakinannya terhadap Al-Qur’an, tak ada keraguan di dalamnya.
Pertama-tama,
materi yang diberikan ibunya pada Maharani adalah dengan membiasakan anaknya
untuk biasa mengonsumsi produk-produk kecantikan, baik produk-produk yang sudah
ada di pasaran atau hasil racikannya sendiri. Kebanyakan memang hasil
racikannya sendiri. Secara rutin nan telaten, setiap hari ibunya mencuci wajah
anaknya dengan sabun pencuci wajah herbal terbaik yang komposisinya didominasi
oleh rempah-rempah seperti cengkih, pala, kayu secang, kayu manis, bunga talang
dan kecombrang. Setelah mencucinya, ibunya kemudian akan mengoleskan krim perontok
kulit mati yang juga merangkap pembasmi komedo sebelum kemudian membiarkannya
selama sejam. Setelah sejam pertama itu selesai, ibunya lalu akan mengoleskan
krim lulur yang bahan-bahannya terdiri dari campuran bengkoang, madu, tomat,
serta air susunya sendiri yang berfungsi sebagai pemutih, pelembut, dan
pelembab. Ibunya kembali menunggu sejam sebelum kemudian melangkah ke tahap
selanjutnya.
Dari tiga kebiasaan yang
harus dibiasakan ibunya pada anaknya, tahap terakhirlah yang paling menyita
waktu serta perhatiannya. Pada tahap ini, setiap dua jam sekali ibunya akan
mengoleskan sebuah krim yang berfungsi sebagai penangkal panas dan debu. Yang
paling menyusahkan dari tahap terakhir ini adalah kenyataan bahwa dalam dua jam
tersebut si anak tidak boleh sampai menyentuh wajahnya. Kalau sampai si anak
menyentuhnya, maka ibunya akan membasuh seluruh wajah anaknya sampai ke keadaan
netral. Lalu, ibunya kembali akan memoleskan krim penangkal panas dan debu tadi.
Memulai
sesuatu memang selalu menyulitkan, begitu pun yang dirasakan ibunya. Tiap hari
ia harus melakukan rutinitas memoles wajah anaknya. Tentu saja sebagai seorang
ibu yang baik, ibunya masih harus bertanggung jawab untuk menunaikan seluruh
kewajiban sebagai ibu rumah tangga, dari mulai membersihkan sekaligus
membereskan rumah, memasak, dan mencuci. Namun, semangat ibunya untuk membuat
anaknya cantik tak pernah surut setetes pun. Pasti ada kalanya anaknya rewel
dalam proses menerima pelajaran dari ibunya, dan di saat-saat seperti itulah
ibunya selalu meneteskan air matanya, mengingat perjuangan yang terasa amat
berat. Akan tetapi, setelah melewati tangisan tersebut, ibunya akan kembali
menata semangatnya, kembali memusatkan perhatiannya, dan kembali mengumpulkan
seluruh kekuatannya demi anak perempuannya ini. Ibunya yakin perjuangannya tak
akan sia-sia, tak pernah ada perjuangan yang sia-sia.
Pelajaran
membiasakan semua kebiasaan itu harus dilalui Maharani sampai dirinya berumur
tujuh tahun.
Ketiga.
Umurnya sekarang ganjil tujuh tahun,
dan itu berarti, sekarang Maharani sudah menjadi seorang siswi di sebuah
Madrasah Ibtidaiyah.
Selalu
sulit untuk memulai semua dari dasar, Maharani pun sekarang mendapat giliran
untuk merasakannya. Pertama menginjakkan kakinya di sekolah dasar itu, Maharani
diantar oleh ibunya. Meski begitu, tetap saja perasaannya tak karuan. Di
ramainya sekolah, ia merasa semua orang memerhatikannya. Tak hanya itu,
sesekali ia mendengar cibiran dari orang tua siswa-siswi lainnya. Ia mendengar
ibu-ibu membicarakan dirinya tanpa merasa bersalah. Cibiran yang didengar Maharani
begitu beragam. Sesekali ia mendengar ada ibu-ibu yang menyebut dirinya mirip
seorang pelacur versi mini. Ada yang nyeletuk kalau ibunya tak punya otak,
sebab kata mereka tak ada seorang ibu normal yang merias wajah seorang anak
perempuan seperti itu. Ada ibu-ibu yang merasa mual melihatnya, beberapa bahkan
ada yang langsung muntah.
Teman-teman
di sekolahnya pun tak mau ketinggalan. Setiap hari, kecuali di hari minggu, Maharani
selalu mendapat perlakuan buruk dari mereka. Teman laki-laki di kelasnya selalu
mengolok-ngolok dirinya dengan mengatainya pelacur, mengucapkan kata-kata cabul
setiap hari padanya, dan tak jarang tangan mereka menjamah dadanya atau memukul
bokongnya. Teman-teman perempuannya juga tak mau kalah. Sebagaimana mestinya seorang
perempuan, mereka menyerang Maharani dengan menyebarkan gosip-gosip sadis ke
setiap penjuru sekolah. Salah satu contoh dari gosip sadis tersebut, misalnya:
suatu hari sekolah dibuat ribut oleh demo dari seluruh siswa-siswi yang
memprotes kehadiran Maharani di sekolah. Protes mereka berisi tuntutan agar Maharani
dikeluarkan dari sekolah, sebab Maharani disinyalir adalah anak seorang
pelacur. Peristiwa ini tentunya membuat khawatir bapak kepala sekolah, dan
tindakan pertama untuk membereskan kekhawatiran itu adalah dengan mendatangi
rumah Maharani.
Di
rumahnya, ibunya bersitegang dengan bapak kepala sekolah. Ini disebabkan
permintaan bapak kepala sekolah yang sulit untuk dikabulkan oleh ibunya. Bapak
kepala sekolah meminta agar ibunya memindahkan Maharani ke sekolah lain saja,
semua urusan mengenai administrasi dengan sekolah-sekolah lain itu akan
dibantunya. Tak hanya itu, jika ibunya menginginkan bayaran uang sekolah selama
sesemester yang sudah dibayarkan dikembalikan, bapak kepala sekolah akan dengan
senang hati mengembalikannya. Adapun untuk opsi kedua, adalah bahwa pihak
sekolah akan mengeluarkan anaknya secara tidak hormat.
Ibunya menolak semua
permintaan itu, apalagi untuk opsi kedua. Ia beranggapan anaknya punya hak yang
sama dengan siswa-siswi lain untuk bersekolah di situ. Ia mencoba melobi bapak kepala
sekolah dengan menjanjikan bahwa dirinya akan membayar lebih jika anaknya tetap
bisa bersekolah di situ. Ia akan memenuhi semua permintaan bapak kepala sekolah
dengan baik, apapun itu. Termasuk, ia akan sangat ikhlas memberikannya jika
bapak kepala sekolah menginginkan dirinya untuk bersedia tidur dengannya, kapan
pun ia mau.
Tawaran
tersebut membuat bapak kepala sekolah oleng. Ia memang seorang bapak kepala
sekolah sekaligus anak dari pemilik yayasan yang menaungi sekolahnya, tapi ia
juga seorang lelaki. Bapak kepala sekolah membayangkan akan sangat
membahagiakan rasanya kalau dirinya bisa menyetubuhi ibunya Maharani sesuka
hati, kapan pun, di mana pun, dan yang paling penting adalah tanpa perlu
membayarnya.
Kecantikan ibunya Maharani
memang sudah diakui oleh setidaknya lima ratus ribu penduduk yang menempati
daerah tersebut. Meski sudah beranak satu, tubuhnya masih seperti gadis dewasa
kebanyakan dengan tubuh yang ramping, bokong yang padat, susu yang kencang, dan
kulit bersih yang selalu terjaga dengan baik. Hanya lelaki goblok yang akan menolak
peluang berharga seperti ini, pikirnya. Ia memang seorang ahli agama, tapi ia
juga lelaki, pikirnya lagi. Dan hanya lelaki idiot munafik yang sedang goblok
yang akan menolak jenis kepuasan ini. Lamunan bapak kepala sekolah tiba-tiba terhenti
saat dirinya mendapati ibunya Maharani sekarang sudah duduk di sampingnya, dengan
tangan di atas pahanya. Yang terjadi kemudian, dengan nada cabul, bapak kepala
sekolah membuka mulutnya, “Bawa aku ke kamarmu!”
Seperti
yang dapat dibayangkan, ibunya Maharani dan bapak kepala sekolah bercinta
dengan sangat liar. Lebih tepatnya, bapak kepala sekolah menyetubuhi ibunya Maharani
dengan liar. Mereka melakukannya selama tiga jam dengan tiga kali orgasme. Pada
orgasme pertama, bapak kepala sekolah mengocok sebelum kemudian memasukan
kemaluannya dan mengeluarkan spermanya di dalam mulut ibunya Maharani.
Selanjutnya, untuk mencapai orgasme kedua, bapak kepala sekolah kembali
mengocok kemaluannya dan mengeluarkan spermanya di dada ibunya Maharani. Dan
yang terakhir, pada orgasme terakhir, bapak kepala sekolah kembali memasukkan
kemaluannya ke mulut ibunya Maharani dan mengeluarkan spermanya di sana.
Sebagai seorang bapak kepala sekolah yang merupakan anak dari pemilik yayasan, dan
keahliannya dalam beragama, masih ada sedikit sisa kewarasan dalam dirinya.
Meski berahinya menggila, ia tak mau gegabah untuk menyemprotkan isi pelirnya
di dalam kemaluan ibunya Maharani. Bapak kepala sekolah punya kehormatan dan
reputasi yang harus ketat dijaga.
Kesepakatan
sudah tercapai antara ibunya Maharani dengan bapak kepala sekolah. Maharani pun
bisa kembali melanjutkan untuk bersekolah di sekolah itu. Dan tentu, kali ini
bapak kepala sekolah langsung yang menjamin keamanan Maharani selama berada di
sekolah. Selain itu, bapak kepala sekolah juga malah mengusulkan pada ibunya
supaya Maharani melanjutkan sekolah di MTs dan Aliyah yang juga terdapat di
yayasan milik bapaknya itu. Ibunya menyetujui hal itu. Dan lagipula, ini
merupakan sebuah pengorbanan yang mudah. Ia hanya harus melayani kemaluan bapak
kepala sekolah selama dua belas tahun saja, sederhana.
Keempat.
Selanjutnya,
bersekolah menjadi masa-masa yang paling menyenangkan bagi Maharani. Ia tumbuh
menjadi seorang perempuan cerdas, kolaboratif, aktif, agamis, dan nasionalis
sesuai dengan motto yayasan, CEKATAN. Dari kelas satu MI sampai kelas dua belas
Aliyah ia selalu mendapat ranking satu. Nilai rata-ratanya selama dua belas
tahun sangat luar biasa fantastis. Dan yang membuat dirinya semakin luar biasa
adalah kenyataan bahwa Maharani tak pernah memilih-milih mata pelajaran. Meski ia
adalah seorang anak bahasa yang sudah menguasai bahasa Arab dan Inggris sejak
kelas tiga, ditambah bahasa Prancis dan Jerman saat kelas lima, kemudian
disusul bahasa Jepang dan Mandarin pada saat kelas enam, dirinya juga menguasai
ilmu agama, ilmu alam, dan ilmu sosial sebaik penguasaannya terhadap ilmu bahasa.
Pada
kelas delapan dan sebelas, Maharani terpilih menjadi ketua osis dengan periode masing-masing
dua tahun. Nyaris dirinya tak mendapat perlawanan berarti dari para kompetitornya.
Selama menjabat sebagai ketua osis, dirinya memilki misi untuk membawa sekolahnya
mengikuti kegiatan dan lomba berskala kabupaten, provinsi, atau pun nasional
sesering mungkin. Misi besarnya itu dimulai dari menghidupkan kembali majalah
dinding yang sempat mati suri. Ia dan teman-temannya mendorong siswa-siswi di
sekolahnya supaya sebanyak mungkin mengirimkan tulisan yang nantinya akan
disunting tim bentukan drinya. Kemudian tulisan yang terpilih akan dipajang di
mading sekolah, dan dikirimkan saat ada perlombaan. Ia juga kembali
menghidupkan kegiatan ekstrakulikuler seperti pencak silat, taekwondo, bola
voli, basket, sepak bola, lingkaran sastra, musik, kajian Al Qur’an, pramuka
dan paskibraka. Hasilnya, kehidupan di sekolah menjadi sangat lebih bergairah
daripada sebelumnya.
Selain
prestasi gemilang di atas, Maharani juga konsisten meraih penghargaan yang
diberikan oleh pihak yayasan. Selama dua belas tahun, dirinya meraih
penghargaan sebagai pemilik wajah terindah, dan kulit terbaik berturut-turut. Ia
juga menyabet penghargaan sebagai pemilik mata terindah sebanyak sebelas kali,
pemilik kuku tercantik sebanyak tujuh kali, alis dan bulu mata terbadai
sembilan kali, serta sebagai pemilik bibir terseksi sebanyak lima belas kali.
Di bidang keagamaan, Maharani
juga meraih berbagai macam penghargaan lainnya. Ia masih menjadi pemilik rekor
sebagai siswi termuda yang berhasil hafal Al Qur’an dan ribuan hadits-hadits
shahih. Ia menorehkan rekor itu saat dirinya duduk di kelas satu semester dua. Maharani
juga pernah diganjar penghargaan sebagai siswi yang paling khusuk saat solat,
baik solat-solat sunnah maupun solat wajib lima waktu. Yang terakhir, atas usaha
dan capaian luar biasanya itu, pihak yayasan menjadikan Maharani sebagai siswi
paling berpengaruh sepanjang masa, dan memasukkan Maharani ke dalam daftar
orang-orang yang paling dirindukan surga, bergabung dengan habib-habib, kyai-kyai,
dan ustad-ustadzah di yayasan tersebut.
Kelima.
Di bawah ini adalah pidato Maharani
yang dibawakannya saat acara perpisahan kelas dua belas. Berikut isinya:
“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatu!
Alhamdulillahi robbil‘alamiin, nahmaduhu
wanasta’iinu wanastaghfiruhu, wana uuddzu billahi min syururi anfusina wamin
saayyiati a`malina, mayahdillahu fala mudhillalah waamayuddhlilhu fala haadiya
lahu. Asyhadu allaa ilaaha illallah wa ashadu anna Muhammadarrasulullah. Allahummasalli
‘ala sayyidinna muhammad wa ‘ala ali sayyidinna Muhammad, amma ba`du.
Pertama, marilah kita bersyukur dengan
memanjatkan puja-puji setinggi-tingginya kepada Allah, Tuhan semseta alam raya.
Berkat pertolongan dan belas kasihnya kita semua sekarang bisa berkumpul dalam
keadaan sehat, yang insyaAllah penuh dengan keberkahan. Selanjutnya, kita
panjatkan juga puja-puji kepada kekasih-Nya, junjunan kita semua, nabi
tercinta, rosul termulya, cerminan manusia sempurna, yakni Muhammad SAW. Tanpa adanya
beliau, mustahil umat manusia bangkit dari jaman keterpurukkan ke jaman kegemilangan
seperti sekarang.
Singkat saja teman-teman semuanya, saya tak
akan banyak mengobral kata. Semua prestasi yang saya torehkan, dan penghargaan
yang telah saya dapat di sekolah ini, di yayasan ini tepatnya, tidak akan
pernah terealisasi tanpa peran ibu saya. Ibu sayalah yang mengajarkan tentang
ilmu tertinggi di alam ini, yaitu ilmu berias. Bagaimana caranya kita merias
diri kita menjadi apa yang paling kita impikan, itulah yang paling penting
dalam hidup. Ibu saya mengajarkan saya untuk menghilangkan kejelekkan dengan
cara berias. Ibu saya juga yang mengajarkan bagaimana cara menghilangkan
keburukkan dengan berias. Ibu saya jugalah yang menanamkan rasa percaya diri di
dalam diri saya dengan cara berias. Dengan berias, saya juga diajarkan untuk
selalu disiplin dan menghargai waktu dengan baik. Selain itu, dengan berias saya
juga belajar arti dari kesabaran, keuletan, ketelitian, dan kerja keras.
Untuk itu, marilah kita sebisa mungkin agar
dapat belajar menghias diri dengan baik. Tutupilah kejelekkan diri dengan
berias. Tutupilah keburukkan diri dengan berias. Hapuslah dosa-dosa dengan
berias. Pintar-pintarlah menutup semua hal negatif dalam diri dengan berias. Lindungi
diri dengan berias, dan capailah kesuksesan dengan berias. InsyaAllah
teman-teman, jika kita sudah sempurna menutupi diri dengan riasan, hidup akan
menjadi mudah. Tidak akan ada orang yang tidak menyukai kita, karena sesungguhnya
orang-orang di dunia ini hanya peduli dengan satu hal, yaitu hiasan yang
sempurna.
Akhir kata, semoga Allah memberi kita
kekuatan, kesabaran dan keberkahan ke dalam hidup kita. Dan yang paling
penting, hiaslah diri kalian teman-teman!
Wasalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatu!”
Komentar
Posting Komentar