Duh Mel, Amel!



Rasanya Amel memang payah dalam segala hal. Payah sekali. Hidupnya selalu melulu dihinggapi kepayahan, dari jenis spele sampai ke yang luar biasa. Bayangkan saja, selama merantau Amel tak pernah mengirimkan baju kotornya ke jasa tukang cuci. Setiap tiga kali dalam seminggu ia mencuci bajunya sendiri, tentu sembari mendengarkan lagu Poker Face dari Lady Gaga. Tak hanya itu, ia pun selalu mengangkat galon sendiri, tak pernah menyuruh abang-abang tukang galon untuk memasukannya langsung ke dispenser. Ia juga payah dalam hal kebersihan lingkungan. Buktinya, setiap melihat sampah di jalan dirinya akan langsung memungutnya untuk dimasukan ke tong sampah, tidak menunggu tukang kebersihan yang sudah dibayar untuk melakukannya. Bahkan saking gobloknya Amel, tiap ia memesan minum di kantin, dirinya selalu meminta pada pelayan agar minumannya tak usah dikasih sedotan. Padahal kita tahu kalau sedotan itu diciptakan untuk mempermudah orang-orang dalam hal menenggak minuman. Sudah pasti hal-hal yang berkaitan dengan urusan kosannya ia kerjakan sendiri, dari mulai menyapu kamar, mengepel lantai, membersihkan kasur, mengelap debu di meja dan jendela, merapikan buku di rak, membereskan kertas-kertas yang tak karuan, menyetrika pakaian kusut, melipat pakaian yang sudah licin, serta menata pakaian tersebut ke dalam lemari.

            Sekurang kerjaan itu kah Amel? Padahal seorang anak kuliahan seperti dirinya mestilah sibuk dengan kegiatan akademik di kampus. Tugas-tugas kuliah dari mulai menulis laporan, menyusun makalah, menyiapkan presentasi, dan tak lupa belajar dengan baik demi menyongsong UAS yang lancar bukanlah suatu hal yang mudah. Belum lagi, seorang anak kuliahan seperti dirinya sudah barang tentu bergabung dengan sebuah unit kegiatan mahasiswa, komunitas, atau organisasi untuk selalu mengasah kemampuan dalam diri, memperbanyak relasi demi tabungan di masa depan, dan yang paling penting adalah bisa menyalurkan ideologinya dengan tepat. Hanya seorang Mahasiswa yang mampu melakukannya. Manusia biasa tak akan kuat, batok kepalanya akan terlebih dahulu pecah sebelum semua kesibukan itu selesai ditunaikan.

          Apa sebenarnya yang Amel pikirkan hingga sampai hati berlaku demikian pada dirinya sendiri, ya? Harusnya dirinya sibuk berlatih ilmu bela diri semacam silat, karate, atau taekwondo untuk sekadar berjaga-jaga. Jika mager berlatih ilmu bela diri, setidaknya ia bisa ikut klub paduan suara atau perkumpulan anak-anak bahasa yang tidak terlalu banyak melibatkan aktivitas fisik. Atau kalau hal itu masih dirasa berat, maka dirinya mungkin bisa bergabung dengan komunitas pecinta hewan dalam rangka sebuah usaha untuk menyayangi binatang-binatang tunawisma dan fakir. Tak ada alasan bagi dirinya untuk melakukan semua pekerjaan remeh temeh tersebut di atas. Antarlah cucian kotormu ke tukang cuci, suruhlah abang-abang galon yang datang ke kosmu untuk memasukan galon langsung ke dispenser, biarlah sampah-sampah di di jalan dibersihkan oleh petugas kebersihan yang sudah dibayar, dan jangan lupa untuk selalu minum dengan menggunakan sedotan agar tidak percuma ia diciptakan. Sudahlah Mel, jangan buang-buang tenaga untuk membersihkan dan merapikan kamar. Biarlah kamarmu berantakan supaya mirip dengan kamar orang-orang cerdas di muka bumi yang katanya tak pernah rapih. Kamu terlalu berguna dan berharga bagi kampusmu, dan ingat satu hal ini Mel: kau adalah seorang agen perubahan di dalam bumi manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sang Juru Selamat

September Sebelum Sirna

Tapi...