Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2024

Basorexia

  It’s been a while. Since I’m writing in English. The last time I wrote something in another language, was for my thesis. But, well, now, to mark my two hundred works on my blog—actually on my way—I think it’s a perfect time to start again. That is life. You start something. Doing it for many years. Start to feel bored. Forget. You feel empty. Start searching for something to do. Remember. Do what you used to do again. Again, again, and again. It’s like the first time you fall in love with someone. You tried so hard at the beginning but when she was already yours, you started to forget how important a little thing should be. And then you start again, again, again. Learn from your mistakes. I don’t know what’s the best topic to talk about. I don’t know, really, and I don’t care. I just want to write something in English. In another language—perhaps it can take me—to another world. Probably about my future, or my anxiety, or about how bad our nation has been lately, or, for sure,

Hajat Laut Pakidulan

  Ingatanku terlempar jauh. Pada suatu masa saat aku masihlah seorang bocah. Entah berapa tahun usia. Tapi di tahun itu, itulah pengalaman pertamaku ikut menyaksikan serunya tasyakur nelayan di pantai selatan; Hajat Laut Pakidulan. Waktu itu pagi-pagi. Aku bareng kakak perempuanku berangkat ke Pantai Santolo, hendak menonton kakakku yang lelaki mewakili sekolahnya lomba dayung perahu. Sungguh pengalaman mengesankan. Tiba di pantai Santolo yang sudah dipenuhi orang-orang; penonton, pedagang, pengamen, aparat keamanan, dan tentu saja tukang parkir. Pantai pagi cerah, sejuk, walau sesak namun nafas benar-benar ringan rasanya. Aku tak benar-benar ingat seperti apa lomba dayung perahu itu. Ingatanku hanya terbatas pada debur ombak, dan debar semangat para pedayung perahu di kejauhan sana yang berjejer bagai barisan tentara Korea Utara. Rapi sekali. Di tengah laut, mereka semua meneriakkan seruan-seruan semangat, teriakan-teriakan yang membangkitkan gairah perlombaan. Ikat di kepala me

Raumdeuter

  “Katakanlah (Muhammad), ‘Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir?’” —Al-Mulk: 30 Dunia adalah ruang sempit. Sulit dibantah. Memang selebar daun kelor. Aku tak mungkin mengelak. Dalam ruang sempit inilah mimpi bertarung melawan waktu. Waktu yang terlatih, waktu yang terampil, waktu yang telah teramat teruji di sepanjang usia manusia yang membentang dari zaman Nabi Adam sampai zaman Adam Levine. Waktu yang itu-itu juga. Bagaimanapun aku mencoba melawan, ampun! Ia memang bajingan yang keras kepala. Kini aku sadar. Waktu sungguh tak bisa dikalahkan. Tak mungkin. Satu-satunya cara untuk membuat pergerakannya sedikit melambat hanya dengan menjadikannya sekutu. Setiap usaha dan percobaan untuk mengejar dan mengalahkannya hanya akan membuang usia yang sedikit ini. Waktu, harus sekuat apa agar aku bisa menjadi sekutu? Perjalanan ini masihlah panjang. Tapi usia bertambah kurang, tenaga berlipat menyusut, pikiran seri