Aku Juga

Dan dia mengingatnya dengan baik. Mengingat bagaimana kamu mampu bertahan sampai sejauh ini. Dan tak hanya bertahan tapi juga melakukan perbaikan-perbaikan.

Dia mengingatmu sebagai perempuan tangguh. Dan baginya, perempuan tangguh bukanlah ia yang tak pernah merasakan sakit, tapi ia yang mampu bangkit berkali-kali. Kamu salah satunya. Kamu perempuan tangguh yang dia sayangi.

Di dalam dirimu dia mengagumi sesuatu. Apalagi kalau bukan isi kepalamu yang dipenuhi batu. Barangkali, sebagian atau malah nyaris semua lelaki tak menyukai perempuan yang kepalanya dipenuhi batu. Itu karena mereka sadar, dalam perjalanan nanti mereka akan menemukan kemandirian dan keteguhan yang tak bisa goyah. Namun dia tak termasuk ke dalam mereka lelaki kebanyakan itu. Dia justru menyukaimu karena itu, karena isi kepalamu dipenuhi batu. Soalnya lelaki kebanyakan yang medioker itu tak punya kemampuan untuk melihat seluruhnya secara jelas dan jernih, sedangkan dia bisa melakukannya.

Itu karena dia sering membaca mantra ini:

            “Hidup ini memang asu, anakku.

            Kau harus sekeras dan sedingin batu.”1

Dia bisa melihatnya. Dia bisa melihat secara jelas dan jernih apa yang ada di kepalamu. Itulah batu. Sebab, untuk membangun sesuatu yang kuat yang kokoh yang tahan lama, bukankah sebaik-baiknya bahan untuk pondasi adalah batu? Sebut saja bangunan terkenal satu-satu. Piramid di Mesir, Tembok Raksasa di Cina, Menara Pisa di kota Pisa, jelas pondasinya batu bukan tempe apalagi tahu. Hasilnya bangunan-bangunan tadi selain kuat, kokoh, dan tahan lama tapi juga cantik dan mengagumkan.

Begitulah kamu di matanya. Kepalamu yang dipenuhi bebatuan itu membuatnya mabuk kepayang, jatuh ke dalam sayang tak berdasar, kecebur ke dalam cinta yang dalam. Di matanya kamu teramat kuat, kokoh, tangguh. Di matanya kamu teramat cantik dan mengagumkan. Dia meyakini satu hal: kalau bersamamu, dia akan bisa membangun rumah tahan lama tanpa sekalipun kematian punya kesempatan untuk sedikit saja mengintip. Rumah itu akan kekal, abadi, mengakar sampai jauh.

Jangan salahkan diri sendiri jika ada lelaki yang tak becus melihat sisi terbaik dalam dirimu. Kamu tak salah, ia saja yang tolol. Hanya karena salah berlabuh bukan berarti kamu tak akan sampai di tujuan. Kamu hanya perlu menurunkan layar kembali, menghadapi gelombang kembali, pergi berpetualang mencari sisa-sisa keberanianmu yang tercecer dalam tangis atau patah hati.

Memang, kamu akan mengarungi perjalanan yang panjang. Mungkin, kamu juga akan dipaksa untuk berhadapan dengan hal-hal yang menjengkelkan atau barangkali mematikan. Namun kamu akan bisa menghadapinya, kok. Dia yakin kamu bisa. Dia percaya kamu mampu. Perjalananmu akan panjang, memakan waktu, meminum tenaga, dan menguras air mata. Tapi hanya dengan begitu kamu akan sampai di tujuan, dengan mengalami kesulitan-kesulitan sebelum akhirnya tiba.

Selalu ingat ini. Kamu perempuan merdeka. Garis nasib ada di tanganmu, garis takdir ada dalam doa-doamu. Tulislah nasibmu sendiri tanpa peduli apa kata orang. Toh kamu tak hidup dari mereka, bukan? Lempeng saja jalani hidupmu. Kalau ada orang berkata yang bikin hatimu sakit, biar saja, biar, nanti juga kena batunya sendiri. Orang semacam itu cuma bisa lempar batu sembunyi tangan. Yang penting kamu tetap melangkah, berjalan, menulis nasib yang kamu impikan. Baru setelah itu pasrahkan semuanya, berpasrahlah kepada-Nya. Relakan, kamu harus rela dan ikhlas hidupmu diatur oleh-Nya.

Pada akhirnya, dia yakin kamu akan memanen hasil perjuangan dan doa-doa yang selalu kamu tanam. Kamu akan sukses, akan bahagia, akan segera tiba di pelabuhan yang selama ini kamu cari. Dan semoga, dia selalu berharap, semoga pelabuhan yang kamu cari adalah pelabuhan yang ada di dalam dadanya. Dia selalu berharap seperti itu.

Hari ini adalah awal bagimu. Dan sebenarnya, sesungguhnya, setiap hari adalah awal bagi kita semua. Awal untuk memulai, awal untuk memperbaiki, awal untuk tetap istiqomah. Setiap hari adalah awal yang memberikan kesempatan-kesempatan baru, yang membukakan kemungkinan-kemungkinan anyar. Hidup itu bulat seperti tahu, dan nasib, siapa yang tahu?

Kamu sudah berlatih untuk hari ini sedari jauh-jauh hari, sedari lama, sedari dulu. Dia yakin kamu pasti bisa. Hari ini kamu akan menghadapi semuanya, pertanyaan, jebakan, dan tantangan. Harimu akan lancar, akan cerah, akan baik-baik saja. Soalnya latihan yang selama ini kamu jalani sudah membuatmu begitu cekatan untuk memahami pola-pola pertanyaan dalam hidup. Kamu sudah mengerti, perjuangan yang baik bukanlah yang tak pernah gagal tapi perjuangan yang tak pernah berhenti. Sebab kamu tahu, Tuhan tak pernah menyuruhmu untuk sukses, melainkan menyuruhmu untuk tak pernah berhenti berjuang.

Sebagaimana Yahya Sinwar. Ia yang syahid, ia yang menjadi simbol perlawanan, ia yang berada di garis paling depan pertempuran. Kematian itu, sungguh kematian yang indah lagi dirindukan oleh dirinya. Ia harus jadi teladan kita semua, teladan dia dan kamu. Kalian harus belajar dari dirinya bahwa hidup bukan tentang menang atau kalah, tapi tentang tak pernah berhenti berjuang, tak pernah lelah melawan. Kamu pun kini bisa melihat hasil dari perjuangannya. Ia mati syahid, dan terbang menjemput kerinduan yang selama ini membara di dadanya.

Dia pun juga sama. Dia juga merindukanmu. Dia juga ingin segera bergabung bersamamu untuk mengarungi gelombang bersama-sama, untuk sampai ke tujuan bersama-sama. Meski dia sadar kini waktunya belumlah tepat, tapi dia akan selalu mengusahakannya. Sebagaimana kamu, dia juga tak akan pernah berhenti. Duhai, kekasih. Ternyata hidup terlalu singkat untuk ditangisi, untuk dipenuhi dendam, untuk dijejali umpatan.

Segeralah larung perasaan-perasaan itu. Perasaan-perasaan yang telah membusuk dan menyumbat gorong-gorong dalam dadamu. Atau kalau kamu tak tahu cara melarung, bakar saja semuanya. Biar dia yang berjaga untuk memadamkannya. Dia tak akan ke mana-mana. Dia akan ada di sana. Selalu. Kecuali kamu sudah tak menginginkannya lagi, dia tak akan pernah pergi. Meski hanya sekedipan mata.

Kamu akan segera tiba di tujuan. Kamu akan menemukan serpihan mimpi-mimpimu berkumpul di sana, di pelabuhan itu, menunggumu, menyambutmu. Kamu akan segera tiba di pelabuhan itu, tempat kamu akan menghitung usia sampai habis, tempat kamu akan mencurahkan segala kisah dan kasih. Kamu akan segera tiba di sana. Di tempat serupa doa-doamu, di tempat seperti apa yang kamu tulis dengan tanganmu. Kamu akan segera tiba. Dan setelah tiba, cobalah untuk menengok ke belakang. Di bibir pantai di atas karang di sela-sela gelondongan kayu lapuk dia akan berdiri, tersenyum, mengucapkan selamat, dan mengecupkan cinta yang membara serupa layung.

Setelah kalian bersama, inilah mantra yang harus kalian berdua baca dan hafal. Bukan mantra penakluk ular, tapi mantra untuk membangun rumah supaya kuat, kokoh, dan tahan lama. Sebuah mantra untuk hidup yang lebih baik. Sepertinya, daripada aku, kamu dan dia lebih membutuhkannya.

"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma.”2

1Penggalan Puisi Mengenang Asu-Joko Pinurbo

2Penggalan Puisi Surat Kau-Joko Pinurbo 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kereta Jurusan Surga

Si Pohon Kelapa